![penyaluran bantuan](https://i0.wp.com/mandarnews.com/wp-content/uploads/2020/05/13-5-Sadli-Syamsi-Anggota-DPRD-Kab.-Majene-Komisi-2-dari-Frkasi-Golkar.-Yang-menilai-Pemkab.-Majene-tidak-siap-dalam-program-penyaluran-BLT.-Rabu-13-Mei-2020..jpeg?fit=720%2C720&ssl=1)
Sadli Syamsi, Anggota DPRD Kab. Majene
Majene, mandarnews.com – Salah satu anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Kabupaten Majene, Sadli Syamsi, menilai Pemerintah Kabupaten Majene tidak siap dalam program penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) yang saat ini sementara berjalan. Alasannya, karena masih banyaknya data tumpang tindih atau penerima bantuan secara ganda.
“Banyak laporan di masyarakat, bahkan ada temuan kemarin berdasarkan laporan anggota DPRD Kab. Majene bahwa di Kelurahan Pangali-ali ada salah satu penerima bantuan dimana istrinya dapat bantuan pusat, suaminya dapat bantuan daerah. Karena pusat berdasarkan ibu rumah tangga,” kata Sadli melalui sambungan telpon Rabu (13/5).
Anggota komisi dua ini mengungkap bahwa sebenarnya DPRD telah pesan dan mewanti-wanti kepada pemerintah daerah untuk mempermantap penyaluran BLT. Karena dari awal DPRD sudah curiga bahwa ini akan jauh dari akurasi data. Sadli pun mengutarakan alasan kecurigaannya.
“Karena tidak ada perhatian penuh kepada penyusun data. Kami ketahui bahwa tim penyusun data itu tidak ada anggarannya pada saat mereka bekerja. Dan itu fakta di lapangan dan telah diakui oleh kepala dinas sosial. Jadi kalau ada orang bekerja tanpa dukungan finansial, yakin saja bahwa itu tidak akan maksimal hasilnya, apalagi yang dikerja sekitar 14.000 data. Ditambah dengan pusat itu kurang lebih 27.000 KK yang harus dicocokkan.”
” Jadi pada saat tim penyusun data itu tidak diberikan perhatian, maka di situlah awalnya masalah itu terjadi. Kemudian bagaimana caranya orang mau memverifikasi, sementara dana verifikasi tidak ada. Apalagi ini bantuan pusat, betul sudah disampaikan kepada mereka, tetapi kita butuh untuk meneliti, mendalami dan itu harus ada tim. Kalau tidak ada tim, kalau hanya diserahkan ke kelurahan saja, tanpa ada kejelasan tanggung jawab pekerjaan, saya kira tidak akan maksimal,” sebut Sadli.
Menyikapi adanya penerima bantuan sosial yang ganda maka DPRD, kata Sadli, sudah meminta kepada Pemda untuk membuat surat edaran, baik kepada internal pemerintahan di tingkat desa, kelurahan, maupun kecamatan untuk ada keterbukaan kepada masyarakat umum.
Surat edaran itu berisi :
1. Jika ada warga yang suaminya dapat dan istrinya juga dapat itu dikategorikan ganda. Sehingga, salah satunya wajib ditarik.
2. Apabila ada penerima yang terima PKH atau BPNT dan menerima BLT maka harus salah satunya yang dicabut adalah BLT. Karena program PKH dan BPNT itu adalah program mutlak untuk orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.
” Jadi warga tidak boleh disuruh memilih salah satunya, karena warga tidak mengetahui apa-apa. Warga harus diberi penjelasan bahwa BLT itu didapatkan selama 3 Bulan saja, sementara PKH atau BPNT itu didapatkan kalau program 5 tahun maka lima tahun akan didapat. Jadi seharusnya masyarakat tidak disuruh memilih, tetapi diarahkan kepada program kemiskinan atau program pengsejahteraan masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan,” terang Sadli.
3. Soal aparat desa dan Badan Pemerintahan Desa (BPD), DPRD juga telah menyampaikan kepada dinas sosial atau TGTPP Covid-19 supaya menyurati desa, menyampaikan hasil rapat teleconfrence antara Tim Covid dalam hal ini Dinas Sosial dengan Kementrian sosial, karena Kementrian Sosial telah menegaskan bahwa orang yang menerima gaji setiap bulannya dari pemerintah itu dikategorikan menerima gaji dari negara setiap bulannya dan itu tidak boleh mendapat bantuan apapun.
“Tetapi beberapa informasi yang masuk kepada kami, sampai hari ini belum ada verifikasi, dari sudah adanya beberapa data yang kami temukan di daerah Kec. Tammerodo dan Sendana, dimana di dalamnya ada aparat desa yang mendapat bantuan kemudian ada juga BPD yang mendapat, sebagian bantuan tersebut BLT Pusat. Sehingga, kami melihat memang pemerintah belum siap dalam program ini,” ungkap Anggota DPRD dari Fraksi Golkar tersebut.
Kata Sadli, DPRD menyarankan, supaya pemerintah cepat mendapat informasi dan menyaring informasi, maka harus membuka posko layanan BLT atau posko layanan bantuan sosial dampak wabah Covid-19. Dan itu harus dibuka, di semua kecamatan dan juga tingkat kabupaten.
Pendirian Posko layanan tersebut bertujuan :
1. Supaya mereka dapat mendapatkan informasi dari masyarakat, menyaring informasi itu, dan meneliti kebenaran informasi itu.
2. Supaya simpan siur mengenai persyaratan, simpan siur mengenai pembagian, simpan siur mengenai penggunaan dana BLT itu, supaya masyarakat bisa tanyakan kepada pemerintah dalam posko tersebut.
” Itu misalkan dapat dibuka dari jam 9 pagi sampai jam 10 malam, dan diposko itu harus ada orang yang stand by dan paham aturan. Jika dilakukan seperti itu, maka DPRD yakin dana yang sudah berhari-hari di situ agak susah untuk dikembalikan. Dan resikonya adalah temuan pemerintah daerah. Kalaupun memang pemerintah menemukan penerima bantuan ganda lalu ditarik, maka itu sudah menjadi kewajibannya karena telah memberikan bantuan yang bukan sasarannya. Pemda memberikan bantuan,yang aturannya tidak boleh ganda.
Sadli menilai, tumpang tindih data itu tidak boleh disangkutpautkan dengan kemepetan waktu atau terdesak, tapi memang tidak bekerja maksimal. Sebab dari awal DPRD sudah memberi masukan untuk verifikasi data.
Sadli menyebut, di awal verifikasi, yang kerja di lapangan itu cuma satu orang operator di kelurahan. Kemudian disuruh memilah mana yang masuk BLT, mana yang masuk PKH, dan mana yang masuk BPNT dan mana warga yang tidak tercover dan ditandai mana warga yang kurang mampu.
“Itu yang kerja satu orang di kelurahan tanpa tunjangan kerja. Yang seharusnya, di kelurahan itu harus ada tim dan diberikan tunjangan kerja. Karena persoalan data itu, bukan hal yang sepele. Jadi kami melihat titik awal star kesalahannya di situ. Dan titik awal star kesalahan kedua kami melihat adalah nanti setelah sehari menerima atau besoknya akan menerima baru dipasang pengumuman penerimanya. Sehingga, tidak ada kesempatan bagi warga untuk menyampaikan masukan-masukan. Seharusnya sebelum dibagi mungkin ada kesempatan satu minggu dipasang pengumuman itu dengan tujuan sebagai uji publik,” ungkap Sadli.
Ia juga mengungkap, pada saat rapat, dinas sosial telah menyampaikan bahwa ini telah diverifikasi oleh kelurahan dan desa.
“Tapi itu sebenarnya lempar batu sembunyi tangan. Dan itu tidak boleh seperti itu, karena itu tanggung jawabnya TGTPP Covid-19. Karena ini bagian dari penanggulangan wabah Covid-19. Dan ini dinaungi oleh tim sementara dinas soial hanyalah pelaksana,” tukas Sadli.
Menurut Sadli, DPRD berharap pemerintah daerah harus segera membentuk posko yang di dalamnya ada tim. Dan membuka layanan misalkan mulai jam kantor atau membuka layanan melalui whatsApp dan ada SDM yang stand by secara terus menerus dan paham aturan. Dan disitu bertugas mencatat masukan dari masyarakat, melakukan tinjauan lapangan dam kemudian meneliti kebenaran dari laporan itu.
” Kalau tidak seperti itu, maka akan terbiarkan terus seperti itu. Dan kalau ini berlarut, maka ini akan menjadi temuan, dan kasihan pemerintah daerah dan pemerintah desa. Jadi apa susahnya kerja itu data? Padahal mereka punya kebijakan, mereka yang punya kewenangan, mereka yang punya anggaran serta mempunyai SDM. Apa susahnya? Jadi kapan ini sudah dipenuhi maka tidak akan ada lagi alasan bahwa ini mendesak atau apalah,” tutup Sadli. (Putra)