Minyak goreng kemasan 2 liter yang dijual pedagang di Pasar Sentral Majene dengan harga 50 hingga 60 ribu rupiah.
Majene, mandarnews.com – Pemerintah pusat telah secara resmi mencabut Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng kemasan dari sebelumnya melakukan penetapan satu harga, yakni Rp14.000 per liter.
Kebijakan ini bersamaan dilakukan dengan pemberian subsidi terhadap minyak goreng curah dengan HET Rp. 14.000 pada 16 Maret lalu.
Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menstabilkan harga dan menjamin ketersediaan barang di pasar.
Tetapi, khusus di Kabupaten Majene, seperti halnya di Pasar Sentral Majene, hal ini sepertinya sia-sia. Pasalnya, ketersediaan minyak goreng kemasan masih langka.
Menurut salah satu pedagang di Pasar Sentral Majene, Hendrik, sejak dilakukannya penetapan satu harga dan dilakukannya kebijakan baru yakni pencabutan HET pada minyak goreng kemasan, ketersediaan minyak goreng kemasan masih terbatas dan langka.
Bahkan Hendrik mengaku, sejumlah distributor yang menjadi wadah mengambil minyak goreng kemasan selama ini masih kosong.
Mereka pun harus mencari minyak goreng kemasan ke luar daerah, meskipun harganya lebih tinggi dan jauh melampaui dari HET sebelumnya.
“Kalau kami pergi cari di luar daerah, seperti di Kabupaten Polewali Mandar tapi itu pun hanya beberapa kemasan saja yang kami peroleh dan tidak semua toko juga tersedia, bahkan ada di kios-kios kecil tapi harganya juga lumayan tinggi,” ujar Hendrik, Selasa (22/3).
“Kami termasuk tangan kedua bahkan tangan ketiga, makanya harganya juga lumayan tinggi,” jelas Hendrik kembali.
Ia biasa menjual minyak goreng kemasan dua liter dengan harga 50 ribu hingga 58 ribu tergantung merek. Hal ini lebih mahal dibanding dari sebelum dilakukannya penetapan satu harga ataupun kebijakan penghapusan HET.
Hal sama juga disampaikan oleh pedagang lainnya, H. Amiruddin. Ia mengaku, ketersediaan minyak goreng kemasan saat ini belum stabil.
Ia pun terpaksa menyisir sejumlah toko di luar daerah untuk mendapatkan minyak goreng. Pasalnya, distributor pembawa minyak goreng sudah jarang memasok.
“Kalau distributor sudah jarang bawa minyak. Kami terpaksa ambil di luar daerah karena permintaan konsumen juga masih banyak. Itu pun kalau kita ambil di luar daerah, tidak ada keuntungan yang kami lihat dari penjualan minyak tersebut, kita hanya jalan-jalan atau kembali modal,” jelas H. Amiruddin.
Kebanyakan pedagang baru bisa mendapatkan keuntungan setelah melakukan pembelian minyak di luar daerah sebanyak 20 kardus dan semuanya laku terjual.
“Tapi itu sulit karena ketersediaan minyak goreng kemasan saat ini memang belum stabil,” tandas H. Amiruddin.
Ia pun berharap, nantinya pemerintah bisa memberikan solusi terbaik agar ketersediaan minyak goreng kemasan ataupun curah dapat stabil, begitu pun dengan harga.
“Kalau boleh barang lancar harga juga aman karena konsumen mengeluh tentang mahalnya minyak, padahal kami peroleh memang cukup mahal,” tutup H. Amiruddin.
(Mutawakkir Saputra)
Editor: Ilma Amelia