Majene, mandarnews.com – Pembangunan talud di Pa’Leo Kelurahan Pangaliali Kecamatan Banggae Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar) hampir rampung.
Kondisi ini melegakan Muliadi, warga Pa’leo yang kebetulan tinggal ditas tebing yang di talud tersebut. Pembangunan ulang talud tersebut dilakukan setelah ambruk 18 Desember 2017.
Akan tetapi, pembangunan yang hampir rampung itu membuat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Majene resah. Sebab anggaran pembangunan talud itu terancam tidak cair.
Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Majene, Nurhak menjelaskan, pembangunan talud itu dilakukan pihak ketiga dan menelan anggaran Rp 100.020.000. Hal itu langsung dilakukan karena mendesak dan membahayakan jika tidak segera dibenahi.
“Nah, sekarang masalahnya kan sudah teratasi. Ada berapa persen itu. Muncul masalah baru. Pak Kasman, Sekretaris BKAD (Badan Keuangan dan Aset Daerah) tidak mau merealisasikan anggaran itu karena menganggap itu disana sifatnya tidak mendesak,” kata Nurhak, Senin 26 Maret 2018.
“Menurut dia (Kasman) bisa saja itu tahun anggaran 2019 nanti dianggarkan. Artinya ada hal-hal yang sifatnya bisa ditunda. Ya kan?,” lanjutnya.
Kepala BPBD Majene Mansyur mengatakan, pembangunan talud tersebut harus menggunakan dana tak terduga karena sifatnya mendesak.
“Tentu kita harapkan untuk penanganannya itu APBD. Khususnya dari dana tak terduga. Jangankan tahun 2019, kalau dibiarkan sampai sekarang akan bagaimana?,” tutur Mansyur.
Sekertaris BKAD Majene, Kasman mengatakan, pembangunan talud itu tidak masuk kategori darurat bencana. Kata dia, kategori darurat bencana harus sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 13 tahun 2006 dan perubahannya No. 21 tahun 2011.
“Yang masuk kategori darurat bencana itu adalah, misalnya pencarian korban, evakuasi korban, penyediaan tempat sementara, makanan,” jelas Kasman, Selasa 27 Maret 2018.
“Itu talud ambruk kejadiannya kapan? 18 Desember. Nah, sekarang kan baru dimintakan. Jadi bukan lagi darurat. Ada mekanisme yang harus dilalui itu masuk kategori mendesak,” lanjut dia.
Kasman menegaskan, pihaknya bukannya tidak mau membayar tapi pembayarannya mesti melalui mekanisme. Sebab, jika tidak prosedural, maka akan menjadi temuan.
Untuk melalui mekanisme, pihak BPBD harus membuat Rencana Kerja Anggaran (RKA) terlebih dahulu kemudian pihak BKAD akan melakukan pergeseran anggaran. Kasman pun khawatir karena dana tak terduga pada APBD itu sendiri hanya sekira satu miliar per tahunnya.
“Ini baru bulan tiga. Misalnya kalau kejadian lagi sampai desember itu kan. Tidak diminta-minta. Ada kejadian bencana lagi, dari mana kita mau ambil dana?,” katanya.
Kasman menambahkan, tidak mesti perealisasian anggarannya tahun depan. Bahkan sebelum perubahan pun bisa asalkan melalui mekanisme yang ada.
“Jadi pertama Badan Bencana (BPBD) harus membuat kajian bahwa ini akibat bencana. Lalu kita akan usulkan ke DPRD untuk persetujuan lalu dana tak terduga ini kita geser ke BPBD. Supaya ada dasarnya bikin kontrak,” tutupnya. (Najib Accal)