Foto RSUD Mamuju usai gempa 6,2 magnitudo.
Mamuju, mandarnews.com – Ratusan tenaga kesehatan (nakes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mamuju mogok kerja sejak Senin 12 Juli lalu. Hal tersebut ditengarai paramedis kecewa pada manajemen rumah sakit yang belum membayar honor mereka sejak bulan April 2021.
Koordinator Gerakan Nasional Perawat Honor Indonesia (GNPHI) Mamuju Usman mengatakan, sejak bulan April mereka bekerja tanpa status jelas. Hal tersebut membuat mereka tidak mendapatkan perhatian, padahal menurut Usman mereka terus bekerja meski dalam situasi darurat.
“Seandainya dia (Direktur RSUD Mamuju) mampu, seharusnya pasca dikeluarkan SK Bupati Mamuju penangguhan dulu, mestinya ini direktur lihai mengambil alih dulu membuatkan SK supaya BPJS nakes bisa dibayarkan,” tutur Usman pada Rabu (14/7).
Usman pun membeberkan kekecewaannya tersebut dan mendesak Direktur RSUD Mamuju segera dicopot, sembari berharap penggantinya kelak bisa memperhatikan mereka.
“Kami tanpa status jelas, jika kami tidak ada SK bisa jadi malpraktek dalam memberikan pelayanan. Harusnya Direktur bisa paham ini,” ujar Usman.
Ia menyampaikan, RSUD Mamuju merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)Â yang fleksibel dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.
“Sudah tiga tahun ini rumah sakit BLUD, artinya ada jalan ini seandainya dia mampu,” tegas Usman.
Hal ini langsung disampaikan ke Wakil Bupati (Wabup) Mamuju, Ado Mas’ud. Di kediaman Wabup, Usman dan kawan-kawan menyampaikan sejumlah keluhan.
Usai ditemui GNPHI Mamuju, Ado menilai jika hal tersebut merupakan hal urgen yang harus segera ditindaklanjuti karena bersangkutan dengan pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak boleh terganggu.
Terlebih menurut Ado, saat ini dalam situasi pandemi COVID-19. Keberadaan paramedis sangat dibutuhkan sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan.
“Ini seharusnya bisa diselesaikan oleh manajemen rumah sakit, apalagi status sudah BLUD, itu secara mandiri mengelola sistem keuangannya. Tentu ini akan menjadi evaluasi kami dan saya akan komunikasi lanjut dengan Bu Bupati kita sehingga ada solusinya,” ucap Ado.
Ia berharap manajemen RSUD Mamuju sehat karena tidak ada kewajiban untuk menyetor Pendapatan Asli Daerah (PAD), justru dana disuplai ke sana.
“Jadi, harus kesejahteraan nakes itu ditingkatkan, bukan seperti ini kejadiannya,” sambung Ado.
Saat dikonfirmasi, Direktur RSUD Mamuju dr. Titin Hayati mengatakan bahwa SK tenaga kontrak sudah dicabut sehingga tidak ada dasar untuk menggaji.
“Saya kira SK tenaga kontrak kemarin dicabut toh, dasar untuk membayar gaji kan harus ada SK,” ucap dr. Titin.
Terkait pelayanan, dr. Titin mengatakan akan memaksimalkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ada.
Menanggapi soal direktur RSUD Mamuju tidak becus, ia menyebutkan status mereka itu sukarela jadi harus suka dan rela.
“SK kontrak itu dari Bupati. Januari sampai Maret itu kan ada SK terbit dari Bupati sebelumnya. Ketika di April, ini dampak dari SK pencabutan jadi statusnya sukarela,” sebut dr. Titin.
Ia pun mengaku kekurangan tenaga, tapi SK itu dari Bupati jadi ia mempertanyakan dasar untuk menggaji.
“Saya telah menyampaikan masalah tersebut ke Sekda Mamuju. Ada masalah keterbatasan anggaran dan penghasilan RS yang menurun karena saat ini hanya memakai tenda,” ucap dr. Titin.
Terkait desakan untuk mundur, dr. Titin hanya menyilakan karena hal itu tergantung bupati dan bahkan menuding ada pihak yang memprovokasi tenaga kontrak.
Reporter: Sugiarto
Editor: Ilma Amelia