Pantai Datoq adalah salah satu tempat wisata yang primadona di Kabupaten Majene. Selain karena mata dapat dimanja oleh sajian pemandangan yang eksotis, juga karena pantai ini aman dari terjangan angin kencang hampir di setiap musim karena dikelilingi tebing tinggi.
Daya tarik lain yang dirasa pengunjung karena di tempat ini tidak dibebani retribusi parkir.
Itu dulu. Kenyamanan terakhir ini sudah tidak lagi dapat dinikmati sekarang. Pasal, ada oknum pemuda yang menarik pungutan secara ilegal. Seperti disaksikan siang tadi (Ahad, 2/9).
Saat pengunjung memasuki area Pantai Datoq, siang tadi, pemuda ini belum mendatangi. Dia terlihat duduk sambil memutar-mutar sebatang rokok di jarinya di sebuah bale-bale milik penjaja makanan dan minuman ringan yang setiap hari mangkal mengais rejeki.
Pemuda itu baru mendatangi setelah pengunjung hendak beranjak pulang. Dia menghadang pengunjung sembari menyodorkan selembar kertas ukuran sekitar 4cm x 4 cm berwarna biru bertuliskan tarif dan keterangan lainnya.
Pengunjung yang dihadang terlihat terperanjat. Dia mengaku telah berulang kali datang ke tempat wisata itu tapi baru siang tadi ditagih jasa parkir.
"Saya kaget karena baru kali ini ada tukang parkir dan ternyata tidak resmi," kata dia sambil buru-buru melajukan motornya meninggalkan area Pantai Datoq.
Pemuda ini bukan bermaksud menukar karcis yang dipegangnya dengan uang pengunjung, tapi hanya sekedar memperlihatkan tarif yang tertera di karcis itu lalu mengantonginya kembali.
Sejenak terjadi perdebatan antara pengunjung dan tukang parkir ilegal. Selain karena ilegal, tarif parkir juga termasuk mahal dibanding yang berlaku di Majene. Tempat parkir di pasar malam misalnya, hanya Rp.500 bagi roda dua dan Rp.1000 untuk roda empat. Tapi di Datoq, Roda dua dikenakan Rp.2000, dan roda empat Rp.5000. Tapi akhirnya pengunjung itu mengalah dengan terpaksa menyodorkan selembar uang Rp.2000.-
Pemuda parkir itu -enggan menyebut nama- mengaku bekerja bukan atas mandat dari pemerintah, tapi merupakan suruhan dari seseorang yang disebutnya berinisial "D". Bahkan dia menunjuk oknum tentara juga memberikan dukungan.
Kepada Mandar News dia mengutarakan bahwa hal itu dilakukan semata untuk menjaga citra warga setempat. "Warga sini sering dikambing hitamkan jika ada kejadian menimpa pengunjung seperti kehilangan helm, maka lebih ada tukang parkir sekaligus menjaga keamanan kendaraan. Di kartu ini tertulis ‘ditanggung jika ada kehilangan’," kata pemuda itu sembari memperlihatkan selembar karcis yang dipegangnya.
Ketika ditanyakan tempat tinggalnya, ternyata dia bukan warga di lingkungan yang mewilayahi Pantai Datoq. Pantai ini berada di Lingkungan Pangale, Banggae Timur, Majene, Sulbar. Sementara pemuda ini tinggal di BTN Pepabri yang berada di Lingkungan Leppe Barat. Antara Pangale dan Leppe Barat diantarai satu lagi lingkungan, yakni Lingkungan Leppe.
Selain pengunjung, rupanya penjaja makanan dan minuman ringan di areal Pantai Datoq juga merasa resah. Dia kuatir akan kehilangan mata pencaharian.
"Kalau terus-terusan ada tukang parkir itu bisa-bisa pengunjung enggan ke Datoq. Kalau pengunjung tidak ada lagi siapa yang mau beli dagangan kami," kata seorang ibu dengan wajah sudah berkerut di dahi.
Ibu tua ini sudah berjualan puluhan tahun atau sejak terbukanya Pantai Datoq menjadi obyek wisata. Kendati resah dengan adanya tukang parkir ilegal, dia mengaku tidak tahu harus berbuat apa untuk mengantisipasinya.
Berbeda dengan seorang pengunjung. Adi, berharap pemerintah segera melakukan penertiban. Menurutnya, tindakan oknum pemuda itu akan merupakan cikal bakal terciptanya premanisme di Pantai Datoq.
"Jika dibiarkan maka akan muncul oknum-oknum lainnya," tandasnya. (rizaldy)