Kindo’ Hadara tinggal seorang diri di gubuk reotnya.
Masih ingat ketika media ini, dua tahun lalu di Januari 2015 memberitakan kisah menyayat hati Jaena (59 Tahun), tinggal sebatang kara di Lingkungan Limboro II’ Kelurahan Limboro Kecamatan Limboro, Polewali Mandar. Jaena sampai saat ini masih tinggal di gubug reoknya tersebut.
Masih di kelurahan yang sama tapi di lingkungan berbeda, ternyata masih ada kisah serupa yang dialami Jaena, yakni Jamila atau Kindo Hadara. Bahkan kisah yang dialami Kindo Hadara jauh lebih menyedihkan.
Kindo Hadara wanita lanjut usia (lansia) diperkirakan berusia 90 tahunan lebih, dengan kehidupan sangat memprihatinkan. Ia tinggal sebatang kara di gubuk panggung tua yang sudah mulai lapuk dimakan usia, dengan luas sekira 4 x 5 persegi.
Sayangnya penulis tak dapat berkomunikasi langsung dengannya karena Kindo Hadara sudah tuli dan pikun. Senin (10/04) siang penulis bertandang ke gubugnya di Lingkungan Lemosusu Kelurahan Limboro Kecamatan Limboro, Polewali Mandar Sulawesi Barat. Mujur karena ada tetangganya yang menemani dan sekaligus menjadi sumber informasi seputar kisah Kindo Hadara.
Awalnya penulis hanya mendengar cerita dari warga setempat tentang seorang tua yang tinggal sebatangkara. Penasaran dengan cerita yang berkembang, penulispun bergegas ke gubuk Kindo Hadara di temani salah satu warga Lemosusu, Hj. Rayatia. Rayatia pun berkisah. Nenek lansia tersebut sekitar puluhan tahun lalu, ditinggal mati suaminya. Ia lalu tinggal bersama anak perempuannya, Hadara. Sejak saat itu Hadara lah yang menjadi tulang punggung keluarga.
Namun sayang, sekitar sepuluh tahun lalu Hadara menyusul sang ayah ke peristirahannya yang terakhir.
Sejak Hadara meninggal, kehidupan kindo Hadara menjadi makin memprihatinkan. Ia mulai sakit-sakitan karena faktor usia, badannya bungkuk dan mata sudah mulai rabun sehingga memakai tongkat untuk berjalan. Dengan kondisi seperti itu, Kindo Hadara buang air kecil dan BAB, dilakukannya di samping tempat tidurnya, melalui lubang lantai rumah yang terbuat dari bambu. Tentu saja di rumahnya menjadi tersebar aroma tidak sedap.
Kondisi rumah Kindo Hadara benar-benar tidak layak huni. Atapnya yang terbuat dari anyaman daun rumbia bocor di sana-sini. Jika hujan, seluruh lantai rumah basah karena air hujan. Bayangkan saja, bagaimana Kindo Hadara di malam hari jika turun hujan. Mungkin ia tidak bisa tidur nyenyak atau pasrah tidur sambil basah kuyup.
Warga sekitarpun berharap baik pemerintah setempat terkhusus Pemerintah Kabupaten untuk bisa membantu Kindo Hadara yang begitu memprihatinkan. Untuk makan sehari-hari, Kindo Hadara mendapat rejeki dari tetangganya.(*)