Aksi damai para nelayan yang baru-baru ini membanjiri Monumen Nasional dan istana merdeka, sungguh mendapat perhatian bagi nelayan di seluruh wilayah Indonesia. Awalnya, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 2 tahun 2015 tentang pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan trawl dan sine nets, akan disempurnakan pada Januari 2018, setelah beberapa kali diundur karena belum dirampungkan alat tangkap pengganti cantrang dan payang.
Justru mendapat tantangan oleh pemerintah sebab dengan adanya peraturan tersebut, maka alat penangkapan ikan cantrang dan payang dihentikan atau dilarang beroperasi, sehingga banyak masyarakat nelayan yang mengeluh yang berujung pada aksi damai para nelayan.
Para Nelayan berbaris layaknya prajurit yang sedang mendengarkan amanat Panglima, tapi ini nelayan yang berkumpul mendengarkan para aktivis nelayan yang sedang berorasi, untuk kepentingan nelayan meski kepentingan para pebisnis dibungkus oleh keluhan nelayan lokal, sehingga ada yang dirugikan dan banyak pula yang diuntungkan, orasi yang disampaikan tidak lain dan tak bukan adalah aspirasi masyarakat nelayan yang selama ini dihantui oleh Permen KP no 2 Tahun 2015.
Daerah yang menjadi sasaran peraturan ini sangat merasakan betul dampak pelarangan cantrang dan payang. Selain menjadi sebuah tradasi alat tangkap yang merupakan turunannya dari nenek moyang mereka, juga merupakan alat tangkap primadona bagi masyarakat lokal.
Para aksi damai meminta pemerintah dalam hal ini Kementrian Kelautan dan Perikanan untuk mencabut Peraturan tersebut. Keputusan untuk melegalkan alat tangkap tersebut sangat berat, di samping nelayan sudah biasa beroperasi dengan alat tangkap ikan tersebut, di sisi lain memberikan ruang terhadap orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang akan merusak ekosistem perairan seperti terumbu karang dan penangkapan ikan secara berlebihan atau over fishing.
Aturan ini sudah berusia kurang lebih tiga tahun, tentu anggaran yang di gunakan bukan hitungan sedikit, karena cantrang dan payang harus punya pengganti dan beberapa sudah dialokasikan, meskipun belum menyeluruh ke seluruh wilayah Indonesia.
Namun aksi damai para nelayan meluluhkan hati wanita kelahiran Pangandaran untuk mencabut peraturan pelarangan cantrang dan payang, seluruh nelayan disambut dengan kegembiraan dan sujud syukur.
Sementara nelayan payang dalam bahasa lokal disebut Panjala di Kabupaten Majene, mendapat angin segar dari pusat, setelah tuntutan aksi damai diterima oleh Menteri Kelautan dan Perikanan untuk melegalkan cantrang dan payang dengan berbagai macam pertimbangan. Penggunaan payang kembali dilegalkan, juga yang diuntungkan ialah pemerintah setempat. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Majene, beberapa kali mendapatkan ancaman dari para nelayan, saat mencoba memberikan sosialisasi aturan, karena alat tangkap (jala) termasuk dalam seine nets atau pukat tarik yang mereka gunakan akan dihentikan.
Penggunaan alat tangkap payang atau pukat tarik yang didominasi oleh nelayan panjala di wilayah pesisir kecamatan Banggae merupakan suatu ketergantungan. Karena pintu reski bagi nelayan panjala adalah alat tangkap payang itu sendiri. Sehingga ketika ada pelarangan, mereka bagaikan anak yang di pisahkan dari ibunya.
Tentunya, ini adalah suatu hal yang memprihatinkan, namun keluhan hati mereka didengarkan oleh sang Menteri Susi, sehingga nelayan yang menggunankan alat tangkap cantrang dan payang khususnya nelayan Panjala asal kabupaten Majene bebas beroperasi.(*)