
Pawai Zombie. Ratusan siswa SMAN 1 Majene menggelar Pawai Zombie sebagai bentuk sindiran kondisi Indonesia saat ini, Selasa 19 Desember 2017. Foto : Ist.
Opini, mandarnews.com – Banyak orang yang berpikir zombie hanyalah sebuah mitos atau urban legend. Makhluk yang dipercayai berasal dari orang mati yang hidup kembali karena ilmu hitam – seperti Fudu -. Tapi dalam perkembangannya makhluk ini ada karena sebuah virus. Zombie sudah sejak dari dulu diangkat dibanyak film horror dan fiksi ilmiah. Sehingga mengukuhkan posisinya sebagai makhluk hayalan.
Namun menurutku mereka benar-benar ada. Mereka bersembunyi diantara kita dan memenuhi negeri ini. Memiliki berpenampilan layaknya manusia namun tanpa hati dan akal. Mereka ada dalam bentuk pejabat korupsi, pelajar bobrok, hakim-hakim jalanan, dan masih banyak lagi. Beberapa dari mereka sedang menggerogoti semua sumber kekayaan zambrud katulistiwa ini. Sementara yang lain sedang asik memakan sesamanya. Namun ada pula yang hanya berjalan mondar mandir memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Di sepanjang tahun 2017 Indonesia sudah dipenuhi dengan kasus-kasus mafia korupsi. Seolah panggung drama anak SMA, berbagai sandiwara asal-asalan ramai dipertontonkan media. Mulai dari drama pensi berjudul ‘nabrak tiang listrik’ hingga ‘sariawan karena diare’. Menggunakan stelan jas mewah dengan aksesoris jam tangan ‘rileks’ mereka berjalan seperti orang normal. Tapi dengan kejam dan tanpa hati memakan yang bukan milik. Bagai tak berakal mengarang teater irrasional untuk mencari simpati dan mengelabuhi hakim yang berhukum. Masih bisakan makhluk sejenis mereka digolongkan manusia?
Masih belum lepas dari ingatan kejadian viral 11 November 2017, video persekusi sepasang kekasih di Tangerang, Banten. Malam minggu yang mencekam itu beberapa warga tiba-tiba menggrebek sebuah kos-kosan dan menganiaya sepasang kekasih di dalamnya. Mereka tidak hanya dikeroyok tapi juga ditelanjangi lalu diarak keliling kampung. Tidak cuman sampai disitu, mereka tidak hanya diarak selama satu jam tetapi juga direkam untuk disebarkan di media sosial.
Pada kenyataanya menurut Kapolresta Tangerang AKBP Sabilul Alif, ‘si cowok’ hanya datang mengantarkan makanan untuk pacar yang ingin dia nikahi. Aku sangat ingin menulis kata-kata kasar untuk para warga ay*ng ini.
Tidak cukupkah dua gumpalan istimewa sebagai bukti kasih sayang Tuhan agar kita saling berbuat baik pada sesama? Dua gumpalan yang kumaksud adalah hati dan otak. Jika menggunakan otak dengan yang ada didalamnya bahkan dengan hati yang teradapat agama, moral, dan nurani di dalamnya sekali pun, persekusi dan korupsi adalah hal yang biadap.
Apa lagi para pelaku persekusi tersebut mengatas namakan agama dalam aksi mereka. Sehingga kupikir orang tidak beragama lebih mulia daripada mereka yang ‘sok beragama’. Masih kah mereka berpikir mereka adalah manusia? Masih kah kita berpikir kita ini manusia?
Tidak cuman di lingkungan pemerintahan dan masyarakat, zombie juga tersebar di sekolah-sekolah. Banyak pelajar yang secara kasat mata memakai seragam sekolah dan mereka bangga dengan itu. Tapi saat aku melihat foto-foto viral tentang siswa-siswa yang merusak fasilitas sekolah, membakar ban di tengah jalan, melakukan demo anarkis untuk menurunkan kepala sekolah mereka sendiri, dan melakukan tawuran. Aku rasa kata terpelajar untuk para pelajar ini harus dipertimbangkan lebih lanjut. Secara akal dan hati yang membuat kita menjadi manusia, tindakan mereka jauh dari kata manusia terdidik.
Hal terakhir yang menurutku zombie adalah kebudayaan. Bangsa Indonesia selalu menganggap mereka adalah bangsa paling berbudaya di seluruh dunia. Tapi kebudayaan-kebudayaan tersebut sekarang ini bagaikan mayat hidup. Kebudayaan tersebut dianggap ada tapi hakikihnya mati. Banyak anak bangsa ini yang lebih bangga dengan kebudayaan impor dan merasa risih pada budaya nenek moyang mereka sendiri. Mereka bahkan tidak tahu bahasa daerah dan lagu tradisional mereka sendiri.
Faktanya kepercayaan terhadap eksistensi zombie juga ada di Indonesia dahulu kala. Tepatnya di wilayah sekitaran Mamasa dan Toraja. Berdasarkan penuturan dari beberapa orang tua dan guru sejarahku, zombie tersebut ada karena tidak mampunya transportasi zaman itu untuk mengangkut mayat. Sehingga mereka melakukan ritual agar mayat yang sudah meninggal dapat berjalan ke pemakaman sendiri. Namun tidak ada yang ingat kisah ini terlepas dari benar atau tidaknya. Karena sekali lagi, budaya kita memang sudah luntur.
‘Negeriku negeri zombie’ bukan cuman isapan jempol atau berita hoax, tapi benar adanya. Sebab nilai-nilai dari zombie memang ada dalam diri kita semua, ketamakan, individualisme, memakan sesama, dan menghalalkan segala cara tanpa akal dan hati serta rasa malu. Namun tidak hanya berhenti sampai di situ, hal-hal yang mulai kita lupakan juga sudah seperti zombie, ada tapi mati. (***)
- Tulisan : Muhammad Rusydy
- Umur : 17 tahun
- Siswa SMAN 1 Majene
- Baca kumpulan tulisan menarik dari Muhammad Rusydy