
Muhammad Firsa dan ibunya
Polman, mandarnews.com – Seorang anak dari Desa Puccadi Kec. Luyo Kab. Polman menderita kelainan pisik. Ia tidak memiliki anus (Atresia Ani).
Anak berusia 2 tahun ini bernama Muhammad Firsa. Ia anak ke-2 dari pasangan Saparudin dan Asriani. Saparuddin berprofesi sebagai buruh bangunan. Sedangkan istrinya, Asriani adalah ibu rumah tangga biasa.
Sejak umur belum genap sebulan, perut Muhammad Firsa sudah dilubangi untuk saluran pembuangan penggani anus untuk buang air besar (BAB). Tapi hingga kini, Muhammad Firsa belum mendapatkan tindakan medis lanjut karena keterbatasan ekonomi orang tuanya.
Orangtua Muhammad Firsa mengaku tidak memiliki biaya untuk pengobatan anaknya. Ia memiliki kartu jaminan sosial BPJS mandiri tapi sudah menunggak.
“Buat makan saja sehari-hari kami susah, BPJS-nya juga menunggak sudah delapan bulan,”
aku Asriani.
Tempat tinggal Muhammad Firsa dan keluarganya
Relawan SPA (Solidaritas Peduli Anak) bekerja sama dengan PeKa (Peduli Kemanusiaan), melihat kondisi Muhammad Firsa dan keluarganya. Dua lembaga sosial tergugah dan bertekad memberikan bantuan semampunya. Relawan SPA, Salman Alfadisi berharap kepada pembaca untuk mau memberikan uluran tangan untuk kepentingan perobatan balita tanpa anus ini.
Jika ada yang berminat, anda bisa menghubungi langsung nomor ponsel 082347283949 dan mengirimkan bantuan melalua rekening BRI 004701005313535. Keduanya atas nama SALMAN ALFADISI.
Seputar Atresia Ani
Dikutip dari situs konsultasi kesehatan www.alodokter.com, mengenai Atresia Ani. Mulai dari pengertian hingga penanganannya. Berikut ulasannya :
Pengertian Atresia Ani
Atresia ani atau disebut juga anus imperforata adalah salah satu jenis cacat lahir yang terjadi saat usia kehamilan mencapai 5-7 minggu, di mana perkembangan bentuk rektum (bagian akhir usus besar) sampai lubang anus tidak sempurna. Kondisi ini terjadi pada 1 dari 5.000 bayi, dan merupakan kondisi serius yang perlu ditangani segera dengan operasi.
Terdapat beberapa bentuk dari atresia ani, sebagai berikut:
– Lubang anus yang menyempit atau sama sekali tertutup.
– Terbentuknya fistula atau saluran yang menghubungkan rektum dengan kandung kemih, uretra, pangkal penis, atau vagina.
– Rektum yang tidak terhubung dengan usus besar.
Penyebab Atresia Ani
Pada kondisi normal, lubang anus, saluran kemih, dan kelamin janin terbentuk pada usia kehamilan tujuh hingga delapan minggu melalui proses pembelahan dan pemisahan dinding-dinding pencernaan janin. Gangguan pada masa perkembangan janin inilah yang akan menyebabkan atresia ani.
Penyebab di balik gangguan perkembangan tersebut belum diketahui secara pasti. Para pakar menduga bahwa terdapat keterlibatan faktor keturunan atau genetika di balik terjadinya cacat lahir ini.
Gejala Atresia Ani
Bayi yang lahir dengan kondisi atresia ani umumnya memiliki gejala dan tanda klinis sebagai berikut:
– Lubang anus sangat dekat dengan vagina pada bayi perempuan.
– Lubang anus tidak di tempat yang semestinya, atau tidak terdapat lubang anus sama sekali.
– Tinja pertama tidak keluar dalam jangka waktu 24-48 jam setelah lahir.
– Tinja keluar dari vagina, pangkal penis, skrotum, atau uretra.
– Perut membesar.
Diagnosis Atresia Ani
Atresia ani umumnya diketahui pada pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan ketika bayi lahir. Dokter akan memeriksa seluruh bagian tubuh bayi baru lahir, dari kepala sampai dengan kaki. Bila ditemukan atresia ani, dokter kemudian akan memastikan apakah ada jenis kelainan lain yang juga dialami oleh bayi.
Atresia ani merupakan kelainan kongenital atau bawaan yang terjadi akibat gangguan saat perkembangan janin. Selain atresia ani, beberapa di antaranya juga memiliki kelainan yang berhubungan dengan gangguan perkembangan saat masih dalam kandungan, seperti:
– Kelainan pada saluran urine dan ginjal.
– Kelainan pada tulang belakang.
– Kelainan pada saluran pernapasan.
– Kelainan pada kerongkongan.
– Kelainan pada lengan dan tungkai.
– Sindrom Down.
– Penyakit jantung bawaan.
– Penyakit Hirschsprung.
– Atresia duodenum (kelainan pada usus halus).
Untuk mengetahui kelainan lainnya yang terkait dengan atresia ani, dokter akan melakukan tes lanjutan, seperti:
– Foto Rontgen, untuk mendeteksi jika terdapat kelainan tulang.
– USG tulang belakang.
– MRI, untuk memeriksa kondisi kerongkongan, tenggorokan, dan organ-organ yang terkait.
– Ekokardiografi, untuk memeriksa kondisi jantung.
Pengobatan Atresia Ani
Bayi yang tidak memiliki lubang anus akan diberi asupan melalui infus. Jika ada fistula yang terbentuk pada saluran kemih, dokter akan memberikan antibiotik.
Agar saluran pencernaan berjalan dengan normal, atresia ani harus dikoreksi dengan tindakan operasi. Namun penentuan saat yang tepat kapan dilakukan operasi berbeda pada setiap bayi, tergantung dari jenis dan kerumitan bentuk atresia ani yang terjadi serta kondisi kesehatan bayi sendiri, mengingat setengah dari penderita atresi ani juga memiliki kelainan kongenital lainnya. Keadaan yang mengancam nyawa akan ditangani terlebih dahulu. Bila tindakan operasi perbaikan belum dapat dilakukan, dokter akan membuat kolostomi, yaitu pembuatan lubang (stoma) di dinding perut sebagai saluran pembuangan sementara. Lubang ini akan disambungkan dengan usus, dan kotoran yang keluar dari stoma akan ditampung dalam sebuah kantung yang dinamakan colostomy bag.
Jenis operasi perbaikan yang dilakukan tergantung dari jenis atresia ani. Sebagai contoh, dokter akan melakukan tindakan yang dinamakan perineal anoplasty, yaitu menutup fistula yang terhubung dengan saluran kemih atau vagina, dan akan membuat lubang anus di posisi yang seharusnya. Keberhasilan tindakan operasi dalam memperbaiki atresia ani dapat dikatakan baik, walaupun terkadang tidak hanya membutuhkan satu kali tindakan operasi.
Komplikasi Atresia Ani
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukan tindakan operasi perbaikan, antara lain:
– Konstipasi. Konstipasi dapat diatasi dengan diet tinggi serat. Obat pencahar juga terkadang diberikan untuk mencegah menumpuknya tinja di dalam usus, yang akan membuat usus melebar dan mengakibatkan gerakannya menjadi berkurang.
– Inkontinensia tinja atau urine. Inkontinensia tinja atau urine dapat terjadi, walaupun operasi berjalan mulus dan tanpa komplikasi.
– Stenosis anus. Anus yang baru dapat membentuk jaringan parut dan menyempit (stenosis). Bila terjadi, kondisi ini akan membutuhkan tindakan operasi lanjutan. Untuk mencegah stenosis anus, dokter akan melakukan dan mengajarkan kepada orang tua pasien untuk melakukan tindakan meregangkan atau melebarkan anus yang baru secara berkala (dilatasi anus).
Selain komplikasi yang terjadi pasca operasi, komplikasi juga dapat terjadi sebelum dilakukan tindakan operasi, antara lain robekan (perforasi) usus, atau infeksi saluran kemih apabila terdapat fistula ke saluran kemih. (rizaldy/net)