Penulis : Zulkarnain Hasanuddin,SE,.MM.
(Founder Garansi Institute)
Ketidak Netralan ASN dalam Setiap Helat Demokrasi ( Pemilu & Pilkada ) dilatar belakangi oleh tingkat literasi ASN mengenai sanksi pelanggaran dan proses penegakan sanksi yang belum optimal. Bawaslu dan KPU telah melakukan langkah-langkah pencegahan, seperti sosialisasi mengenai etika dan netralitas ASN, namun peran dari institusi terkait lainnya perlu diperkuat
Sistem meritokrasi dalam birokrasi dan netralitas ASN, turut andil dalam memberikan tekanan untuk memperoleh keuntungan politik. Fanatisme ASN terhadap partai politik dan kekerabatan dengan aktor politik juga menjadi tantangan bagi netralitas ASN. Perlu perbaikan baik dari segi sumber daya manusia maupun sistem yang mengaturnya untuk memastikan netralitas ASN yang lebih kuat pada Pilkada Serentak Tahun 2024.
Apa sanksi jika ASN tidak netral…??
Bagi ASN yang ditemukan berpolitik praktis atau tidak netral, sanksi jelas bisa dipidanakan. Dalam undang-undang pilkada ada beberapa pasal yang mengatur tentang netralitas ASN yaitu pada Pasal 70 dan Pasal 71. Pasal 70 ayat (1) UU No 1 2015 Jo UU 10 2016 berbunyi dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan ASN, anggota Kepolisian RI, dan anggota TNI. Pelanggaran atas ketentuan tersebut, dikenakan sanksi pidana paling lama 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam pasal 189 UU 1 2015.
Selain UU ASN tersebut, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS juga telah mengatur tentang netralitas ASN. Dalam PP Nomor 42 Tahun 2004 Pasal 11 huruf ( c ) bahwa etika terhadap diri sendiri meliputi menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan. Sedangkan PP Nomor 94 Tahun 2021 melarang PNS memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dengan cara ikut kampanye; menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain dan sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
Menjaga netralitasnya, ASN juga harus memiliki bekal literasi digital yang cukup agar tidak mudah terpengaruh dengan berbagai arus informasi digital yang mengarah pada ketidaknetralan seperti memberi komentar dukungan dan simbol lain yg memang dilarang. Ketika aparatur pemerintah netral dapat menjamin keadaban publik. Karakteristik yang dimiliki ASN masa kini yaitu change agility (mampu beradaptasi dengan perubahan apapun) dan learning agility (mampu selalu belajar) pun diharapkan ikut berperan dalam menjaga sikap netralitas ASN. ASN yang mampu beradaptasi dan selalu belajar tentunya juga dapat meningkatkan literasi digitalnya dalam memfilter informasi-informasi digital yang bersifat netral.
Peraturan terkait Netralitas ASN
Netralitas ASN dapat dimaknai dalam berbagai sudut pandang peraturan hukum, yaitu hukum administrasi pemerintahan dan hukum tentang pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.
Hukum Administrasi Pemerintahan
Dari sudut pandang hukum administrasi pemerintahan, undang-undang (UU) nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara menjelaskan bahwa penyelenggaraan kebijakan manajemen ASN berdasarkan pada asas netralitas pasal 2 huruf (f). Dalam penjelasan pasal tersebut, maksud asas netralitas disini adalah setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara. Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politikpasal 9 ayat (2).
Berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan netralitas ASN, pemerintah melalui kementerian PAN-RB, kementerian Dalam Negeri, BKN, KASN dan Bawaslu juga telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menpan, Mendagri, BKN, KASN, dan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN (Aparatur Sipil Negara). SKB diterbitkan untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang netral, objektif dan akuntabel serta untuk membangun sinergitas, meningkatkan efektivitas dan efisiensi instansi pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan pembinaan, pengawasan, penanganan pengaduan untuk mewujudkan kepastian hukum terhadap penanganan pelanggaran asas netralitas pegawai aparatur sipil negara.
Dari perspektif hukum pemilu jelas dalam Pasal 71 ayat (1) UU 10 2016 menyebutkan “Pejabat aparatur sipil negara dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon”.
Pasal 188 UU 1 2015, mengatur sanksi pidananya bahwa Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).