
Majene, mandarnews.com – Mantan Kepala Dinas Tata dan Kebersihan (Distarkimber) Kabupaten Majene, Effendy Gasong ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus sewa alat berat pabrikan Hyundai sejak Rabu 19 Juli 2017.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Majene menetapkan Efendy Gasong sebagai tersangka karena dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pada pemanfaatan milik negara pada Distarkimber mulai tahun 2012 sampai 2016. Efendy dijerat dengan pasal UU No 31 tahun 1999 jo. UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor.
Sebelumnya, Efendy Gasong sempat ditahan di Rutan Klas II B Majene sesaat setelah ditetapkan tersangka. Saat ini, ia berstatus sebagai tahanan kota.
Saat dikonfirmasi, Rabu 13 September 2017, Efendy masih tetap dengan pendiriannya. Ia mengaku tidak bersalah dan tidak merugikan negara dalam kasus ini. Efendy mengatakan, status tersangka kepada dirinya cenderung dipaksakan oleh kejaksaan.
“Mereka (Kejari) itu kemarin memaksakan bahwa alat itu disewakan padahal itu alat kompensasi terhadap pelaksana kegiatan pemerintah karena dana pemda (pemerintah daerah) tidak ada, tidak siap,” kata Efendy.
Ia merinci, kompensasi yang dimaksud adalah bentuk balas jasa kepada pengusaha yang telah membantu kegiatan pemerintah, dalam hal ini Distarkimber saat itu. Salah satu contoh adalah biaya untuk penimbunan tempat pembuangan akhir sampah di Padzapadzang, Keluraha Tande Timur, Kecamatan Banggae Timur.
- Baca kumpulan berita tentang : Dugaan Korupsi Kasus Sewa Alat Berat
Menurut Efendy, biaya untuk penimbunan tersebut tidak ada dalam dokumen penggunaan anggaran. Agar kegiatan penimbunan tetap jalan, ia bekerja sama dengan pengusaha.
TPA ditimbun dengan kompensasi alat berat tersebut bisa dipakai. Pengusaha tersebut wajib merawat alat berat. Segala kerusakan dan biaya perawatan ditanggung pengusaha yang pakai alat berat itu.
“Tidak ada istilah uang disini cuma mereka (kejaksaan) mau konversi, mau eskalasikan ke sewa ini kejaksaan padahal tidak disewa ini alat tapi kan kita mau melaksanakan kegiatan tapi tidak ada biaya, dengan cara seperti itu saya ambil,” tegasnya.
Tak hanya sekali, bentuk kerja sama yang dilakukan Effendy dengan pengusaha juga pernah dilakukan di depan Rektorat Unsulbar sampai Sungai Pullaewa. Pengusaha membersihkan kanal yang berpotensi penyebab banjir dan seluruh biaya ditanggung pihak pengusaha itu.
Lebih lanjut Efendy menjelaskan, bentuk kerja sama tersebut telah dilakukan diberbagai tempat untuk kepentingan daerah. Hal itu mulai berlangsung sejak penghujung tahun 2012 sampai kasus ini mencuat ke publik. Termasuk saat longsor di Ulumanda, pihak pengusaha juga membiayai seluruh pembersihan material longsor saat itu.
Saat ini, Efendy siap menjalani proses hukum yang kini ia jalani. Ia juga telah menyiapkan pengacara untuk mendampinginga selama proses hukum ini berlangsung.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Majene, Rizal F mengatakan, saat ini kasus dugaan tipikor tersebut masih dalam proses. Pihaknya masih menunggu perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Selain itu, ia juga masih akan memeriksa satu saksi lagi dalam kasus ini.
“Saksi masih ada satu yang kami butuhkan dari pihak bendahara penerimaan. (Tapi) terkendala karena yang bersangkutan (Kartini, bendahara sekitar tahun 2012) sementara ibadah haji. Pada umumnya lancar,” kata Rizal.
Hingga saat ini, Kejari Majene telah melakukan pemeriksaan saksi sekitar 16 orang. Rizal juga mengungkapkan, ada kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah.
“Kemungkinan akan ada (tersangka lagi) sesuai perkembangan hasil pemeriksaan,” ungkapnya. (Irwan Fals)