Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo melayat ke rumah duka, Minggu 8 Oktober 2017. Sumber foto : Hasan Pinang
- Penulis : Prof Ahmad M . Sewang
- Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Mandarnews.com – Saat studi di Makassar, almarhum menjadi tempat bertanya dan belajar. Dia memprakarsai Lembaga Studi Avicenna. Disanalah saya semakin dekat dengan beliau sebagai salah seorang anggota lembaga studi. Kedekatan diperkuat lagi sebagai dosen kami dalam mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam di Fakultas Adab.
Belum lagi beliau adalah keluarga sekampung yang menambah kedekatan itu. Saya masih ingat, jika beliau dan keluarganya akan rekreasi yang harus meninggalkan rumahnya di Jl. Belibis, sayalah yang dipercaya untuk menjagaya. Beliau pernah harus meninggalkan Makassar beberapa bulan untuk studi SPS di Yogyakarta.
- Baca juga : Ayahanda Zainal Arifin Mochtar Meninggal Dunia
Kepada sayalah dipercaya untuk menggantikan mengajar agama di beberapa sekolah. Tidak heran, ketika saya kawin, rumah beliaulah yang dijadikan sebagai tempat pelaksanaan perkawinan. Akhirnya, saya merasakan hubungan dengan beliau lebih daripada hubungan keluarga atau antara guru dan murid. Tetapi hubungan emosional yang sulit dilukiskan.
Mochtar Husein telah meninggalkan seorang isteri dan tujuh orang anak yang semuanya berhasil dalam studi dan sudah punya pekerjaan terhormat. Mereka sebagian menyelesaikan studinya di luar negeri dan bertugas di sana.
Anak sulungnya Dr. Moammad Iqbal Mochar bertugas sebagai dokter di Qatar, Dr. Ir. Zulkifli Mochtar bekerja sebagai engineering di Jepang dan mempersunting wanita Jepang, Zulfikar Mochtar menjabat sebagai deputi Dirjen Perikanan dan Kelautan.
- Baca juga : In Memoriam DR KH Mochtar Husein (1)
Anak bungsunya Dr. Zainal Arifin Mochtar bertugas sebagai dosen dan Ketua Pukat UGM Yogyakarta. Anaknya yang lain ada yang berforefesi sebagai dokter dan kontraktor di dalam negeri.
Setelah berusaha mencari tahu, “Kenapa beliau berhasil?” Ternyata pendidikan disiplin yang beliau tarapkan mulai dari rumah tangga. Beliau selalu menuntun anak-anaknya salat berjamaah antara Magrib dan Isya di rumah sambil memberi kultum dan membaca al-Quran berjamaah.
Di sini almarhum menyeimbangkan antara pendidikan umum dan agama bagi anak-anaknya. Sebagai mana adagium berbunyi bahwa keberhasilan seorang suami karena di belakangnya ada seorang wanita baja yang mengawal pendidikan terhadap anak-anaknya.
Itulah isteri beliau yang sering disapa Hj. Ummi Zaitun. Suatu saat saya sengaja mendatangi beliau di rumahnya sekedar menanyakan, “Resep apa yang membuat beliau berhasil mendidik anak-anaknya menjadi anak saleh yang sukses? Beliau mengatakan, “Jangan sama sekali memasukkan barang haram ke rumahmu untuk dipakai dan dimakan oleh keluargamu,” jawabnya singkat, sebuah tausiah yang tidak mudah tetapi sangat mulia.
Mochtar Husein pun meninggalkan amal jariah yang lain di kampung, yaitu Pesantren Nuhiyah dan sebuah masjid diberi nama Masjid Husein, yang sengaja dinisbahkan pada orang tuanya untuk diniatkan sebagai amal jariah padanya.
Kedua bangunan itu berdiri megah di jalan poros Polewali Majene. Anak saleh, bangunan pesantren, dan rumah ibadah adalah amal jariah yang pahalanya terus menerus mengalir walau sudah pergi lama menghadap Allah swt.
Amal saleh itu dalam al-Quran disebut, “lisana sidqin fil akhirin,” kenangan indah pada generasi masa depan yang tak lekang di panas dan tak lapuk di hujan. Saya pun bersyukur sebab bisa meneruskan perjuangan beliau di IMMIM dan beliau pernah berkiprah di sana sebagai pengurus.
Selamat jalan guruku yang kucintai. Kami sangat menyayangimu, tetapi kepergianmu, itulah yang terbaik bagi Yang Maha Penyayang. Saya percaya engkau sangat bahagia di sisi kekasihmu Yang Abadi, Allah swt. Amin ya rabbal alamin.
Wassalam. (***)
Makassar, 9 Oktober 2017