
Lius saat berada di kandang ayamnya di Dusun Kanan Desa Balla Barat, Kecamatan Balla, Kabupaten Mamasa, Sulbar.
Mamasa, mandarnews.com – Lius Embonan dapat dikatakan salah satu pengusaha ayam petelur pemula yang terbilang sukses dalam menjalankan usahanya yang bertempat di Dusun Kanan Desa Balla Barat, Kecamatan Balla, Kabupaten Mamasa.
Terbukti, penghasilan per bulannya dari hasil penjualan telur ayam miliknya yang berjumlah 1000 ekor dapat meraup 25 juta rupiah dalam sebulan meskipun baru berjalan 7 bulan.
Saat dikunjungi media pada Rabu (1/3) di kandang ayamnya, Lius menceritakan, usaha tersebut ia tekuni sejak enam bulan yang lalu.
Lius mengaku, awalnya memang sangat sulit karena harus menunggu sekitar 2 bulan berjalan baru ayam mulai bertelur.
“Hanya saja saya bersabar, karena sesuai dengan kata bijak mengatakan usaha tidak akan mengkhianati hasil,” tutur Lius sambil tersenyum.
Pria kelahiran Buntuballa, 12 Oktober 1991 itu menuturkan, awalnya ayam yang ia miliki hanya menghasilkan 6 sampai 8 rak telur per harinya karena ayamnya tidak sekaligus bertelur.
“Namun sekarang, sudah bisa menghasilkan 15Â sampai 18 rak telur per harinya,” sebut Lius.
Harga jual telur per rak jika konsumen langsung mengambil di kandang 46 ribu rupiah. Namun, jika diantar maka naik seribu rupiah, yaitu 47 ribu rupiah per raknya.
“Sekarang, jika dihitung, penghasilan dari penjualan telur dalam satu bulan sudah mencapai 25 juta rupiah,” beber Lius.
Adapun modal awal yang ia siapkan 100 juta rupiah. Ini untuk pembelian ayam, pembuatan kandang, pembelian awal pakan, dan lainnya.
“70 juta rupiah untuk pembelian ayam petelur dewasa sebanyak 1000 ekor,” ucap Lius.
Sementara untuk pemberian obat atau pemeliharaan ayam agar tetap sehat, lanjutnya, perlu divaksin setiap empat bulan sekali, vitamin dua minggu sekali, dan asupan makanan dari pakan selalu harus dikontrol setiap harinya.
“Bukan hanya telur yang bisa dijual, namun juga kotoran ayam sebagai pupuk kandang yang banyak dicari oleh petani, utamanya suka tanaman sayur-sayuran atau tanaman jangka pendek lainnya,” ujar Lius.
Harga kotoran ayam yang biasa ia jual per saknya adalah antara 20 ribu hingga 25 ribu rupiah, tergantung kesepakatan.
“Apalagi jika pupuk kandang tersebut harus diantarkan, pastinya beda harga jika dijemput langsung di kandang,” tandas Lius.
Jika usaha yang ia rintis saat ini terus berjalan lancar, maka kedepan Lius bercita-cita menambah jumlah ayam petelur, bahkan menambah karyawan untuk membantu dirinya mengurusi usahanya mengingat saat ini baru satu orang ia pekerjakan.
“Motivasi buat yang ingin berusaha seperti ini, teruslah bekerja, jangan bekerja asal-asalan karena memang benar bahwa usaha itu tidak akan mengkhianati hasil. Saya sudah buktikan,” tegas Lius.
Ia pun berharap usahanya dapat terus berkembang. Yang paling penting juga, ada pemantauan dari dinas peternakan dan setidaknya diberikan semacam penyuluhan atau petunjuk bagaimana cara merawat ayam agar produk telurnya lebih bermutu lagi atau kuantitasnya bertambah.
“Serta pemerintah dapat menyediakan pakan bersubsidi dan menjaga harga telur tetap stabil agar penjualan tidak anjlok,” tutup Lius. (Yoris)
Editor: Ilma Amelia