Sekjen Dewan Pengurus Nasional Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia, Cahyo
Jakarta – Beberapa Rancangan Undang-undang (RUU) yang dianggap kontroversial oleh publik telah ditunda, baik oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah, artinya reaksi publik telah didengar.
“Hal ini harus dimanfaatkan oleh publik untuk memberikan segala pendapat dan masukan terhadap pasal dan ayat RUU yang masih mengganggu nalar publik,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pengurus Nasional Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia, Cahyo, Senin (30/9/2019).
Begitu pula pembentuk Undang-undang (UU), lanjutnya, yang harus pro aktif dan tidak cukup hanya mengundang para ahli dan Non Government Organisation (NGO), maupun dengar pendapat umum dari kelompok kritis lainnya.
“Perlu ada wadah penerimaan aspirasi publik yang mudah diakses untuk memberikan pendapat dan masukan, terutama oleh anggota DPR baru periode 2019-2024,” kata Cahyo.
Ia menjelaskan, terkait dengan isu RUU, itu tidak bisa ditunda tapi diterima atau ditolak. Menurutnya, ini merupakan narasi yang tidak tepat dan menyesatkan, karena untuk membentuk UU ada tahapan yang cukup panjang, dari naskah akademik, draf RUU, hingga menjadi RUU, Daftar Inventaris Masalah (DIM), pembahasan, hingga pengambilan keputusan, baik tingkat I dan tingkat II yang dibahas antara Pemerintah dan DPR sebagai pembentuk UU.
“Adapun UU diadakan perubahan karena sudah tidak relevan, tidak sesuai dengan perkembangan, dan ayat serta pasal berkaitan dengan norma yang dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar,” sebut Cahyo.
Soal UU KPK, tambahnya, yang sudah disahkan DPR dan Pemerintah yang tinggal menunggu diundangkan, publik dan/atau pelaksana dapat melakukan pengujian di Mahkamah Konstitusi melalui Judicial Review, baik secara formal maupun materiil atas pasal dan ayat yang dianggap merugikan kepentingan konstitusional pemohon.