
- Tulisan : Adi Arwan Alimin
- Mentor Jurnaliatik
Mandarnews.com – Tidak sulit menemukan lokasi Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar). Ahad 1 Oktober 2017, saya kembali mampir ke kampus negeri yang berada di kawasan Lutang, Majene. Masih seperti agenda sebelumnya, kali kemarin hadir untuk bertemu pegiat media kampus “Karakter”.
“Pesertanya calon reporter Karakter Unsulbar,” tulis Farhanuddin, mentor media kampus ini yang juga karib saya di dunia jurnalistik. Farhan lelaki berkaca yang bertahun-tahun lalu juga bekerja sebagai wartawan seperti penulis, kini dia memilih haluan sebagai dosen.
Sekitar pukul 13.45 saya telah berdiri di depan belasan mahasiswa. Jumlah ini cukup lazim bagi sebuah dapur redaksi, meski amat timpang dibanding jumlah mahasiswa Unsulbar yang sudah mencapai 6000-an orang.
“Jumlah penulis atau wartawan itu memang tidak banyak, tetapi mereka yang sedikit mampu menggerakkan jutaan orang,” itu kalimat pembuka yang saya sampaikan saat diberitahu bahwa belasan calon reporter ini sebagian besar dari jurusan eksakta.
Sama seperti di tempat lain. Masalah utama para penulis muda, atau wartawan pemula selalu berkutat dikendala saat memulai, pun ketidakberanian mengeksplor gagasannya. Penulis memulai materi dengan meminta mereka menentukan satu kata pertama yang dipikirkan. Dari kata pilihan ini kemudian dikembangkan dengan mencari tiga kata yang berkaitan dengan diksi pertama.
Ini sesungguhnya teknik untuk mengembangkan metabahasa sebuah ide pertama yang dapat menjadi kumparan kata. Satu kata melahirkan tiga kata, lalu tiga itu membiakkan kata-kata baru. Pola ini amat sederhana, tetapi dapat menjadi pengembang gagasan. Makin banyak kata yang dikumpulkan kian luas kerangka pikir bagi penulis. Kekayaan kosa kata akan memudahkan seseorang menyusun outline.
***
Bagaimana bila seorang pemula macet saat memulai tulisannya? Kehabisan ide merupakan hambatan terbesar setiap penulis. Keadaan yang dapat ditemui seorang profesional sekalipun. Jika sudah di depan laptop atau notebook, tetapi ide yang sudah bertumpuk tiba-tiba menguap begitu saja, blank. Ada yang menyebut anda sedang mengalami writerblock.
Pertanyaan serius yang juga dikemukakan salah seorang peserta sore kemarin. Bila hal ini terjadi, coba lakukan langkah berikut. Pertama, kembali renungkan sejenak sambil memejamkan mata untuk merekonstruksi setiap ide dalam pikiran Anda. Ini memerlukan fokus. Lalu, bukalah catatan yang pernah dibuat. Untuk itu jangan pernah menyepelekan tulisan sesingkat apapun yang pernah ditorehkan. Apalagi saat ini telepon cerdas memiliki aplikasi yang dapat membantu.
Jika masih tetap saja buntu. Cobalah meninggalkan tempat sejenak sambil membaca atau melihat referensi lain untuk menguatkan daya ingat. Berjalan ke jendela sambil melihat obyek berbeda, atau ke dapur menyeduh air hangat juga cara meremukkan membatunya kelancaran menulis.
Bagaimana bila masih belum juga cair gagasannya? Bertanyalah pada diri sendiri, buku apa yang terakhir anda baca. Kapan anda membaca surat kabar, majalah, menyimak radio, menonton tv atau kapan mencoba keliling di lingkungan tempat tinggal anda. Ini hanyalah sebagian cara atau pendekatan yang dapat dilakukan.
Andai pun masih saja ribet menyelesaikan tulisan. Itu tidak berarti anda tidak mampu menjadi penulis, ini mungkin hanya soal keterampilan yang belum digali optimal. Saya sering bertanya, “Apakah anda sebelumnya membaca buku petunjuk tentang cara mengendarai motor, lalu Anda mulai belajar berkendara hingga mahir seperti saat ini”
Jawabannya tentu tidak. Mengapa itu bisa terjadi, sebab kemampuan melajukan kendaraan bagian dari keterampilan yang dilakukan secara terus menerus atau berulang-ulang. Sebagai bagian dari lema keterampilan berbahasa, menulis harus dilakukan berkesinambungan. Pisau paling tajam hampir pasti karena selalu diasah.
Thomas Alfa Edison mengatakan, kesuksesan hanya memerlukan 1 persen bakat, 99 persen lainnya karena kerja keras atau usaha yang tak mengenal kata bosan. Sejumlah tugas bakal reporter yang saya baca di ruang belajar seluas 5X6 meter itu, ringkasnya menyimpulkan belasan kru Karakter Unsulbar ini memiliki bakat menulis. Peminatan yang memerlukan latihan tanpa henti.
Sebagai narasumber yang mampir kesana, amat yakin gelombang kreatifitas akan membuncah dari kampus Merah Marun. Mereka hanya memerlukan kecerdasan dan cara kreatif mengolah gagasan. Bersabar saja, dunia menulis bukanlah seperti cara membuat mi instan. Ini memerlukan bumbu kreatifitas, ketekunan meruapi imajinasi, dan cara menyeduh diksi paling memikat. Proseslah yang menentukan. Menulislah kawan… (***)