Sarce menunjukkan tinta di jarinya pertanda telah menyalurkan hak pilih
Mamasa, mandarnews.com – Menentukan dan memastikan hak pilih tersalurkan dengan baik merupakan jaminan konstitusi di Indonesia. Namun, hal itu belum sepenuhnya dirasakan oleh Sarce lantaran kondisi mata yang rabun dan pikun serta terbatasnya bantuan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sehingga ia memilih dengan keterbatasannya.
Sarce, warga Desa Mesakada Kecamatan Tandukkalua, Kabupaten Mamasa yang merupakan ibu dari enam anak ini sempat menjadi perbincangan yang mengarah ke debat dengan salah satu saksi partai di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 01 Mesakada lantaran KPPS dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) tidak membenarkan adanya pendampingan bagi pemilih yang masuk kategori rabun.
Dengan usianya yang memasuki 71 tahun disertai ingatan yang mulai berkurang membuat dirinya kewalahan saat menyalurkan hak pilihnya, sehingga saat berada dalam bilik suara Sarce tidak dapat memastikan apakah yang ia pilih sudah sesuai dengan isi nuraninya.
“Kutusuk sembarang saja karena tulisan, warna dan bentuk kertas tidak jelas kuliat, juga saya tidak tau membaca dan kadang lupa-lupa,” ungkapnya sambil tersenyum.
Jika bisa didampingi, kata Sarce, entah itu petugas KPPS atau dari keluarganya, tentu ia akan dengan mudah untuk diarahkan dalam menentukan hak pilihnya.
Dalam wawancara yang dilakukan di kediamannya, Rabu (17/4/2019), Dominggus F (73), suami Sarce juga berpendapat, pendampingan bagi orang yang rabun memang perlu, apalagi kalau sudah tua tentu sering lupa-lupa ditambah lagi buta aksara.
“Dalam menentukan hak pilihnya, warga tentu tidak akan keliru bila pendampingan diberlakukan,” ujar Dominggus.
Tepat di sudut TPS di bawah matahari yang mulai membakar kulit, salah satu petugas PPS Desa Mesakada yang tidak menyebutkan namanya menerangkan, berdasarkan bimbingan teknis (bimtek) yang diterima sejak awal April lalu dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), diarahkan bahwa pendampingan bagi pemilih hanya untuk pemilih yang buta total dan cacat.
“Kategori rabun dan buta aksara itu tidak dibenarkan untuk didampingi,” tuturnya ke media.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Mamasa, Jonny Rambulangi menjelaskan, hal tersebut telah dikatakan dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 yang telah diubah dalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2019 dalam Pasal 43 dan Pasal 44.
“Pendampingan bagi pemilih hanya untuk disabilitas tunanetra (orang buta), tuna daksa, dan penyandang disabilitas lainnya yang mempunyai halangan fisik,” sebut Jonny.
Tentunya, lanjutnya, petugas KPPS dapat mendalami makna dari disabilitas lainnya, jika kategori rabunnya tidak mampu mengenali dengan jelas kertas suara maka perlu didampingi. (Hapri Nelpan)
Editor : Ilma Amelia