Ia menerangkan, jika diketahui timbangan berat badan anak tidak naik 2 bulan berturut-turut karena penyakit lain, akan disarankan membawa ke sarana kesehatan seperti rumah sakit untuk ditindaklanjuti.
“Misalkan anak ini tertular TBC tentu kita akan tangani TBCnya, karena kalau tidak ditangani sekalipun orang tuanya mampu dari segi ekonomi memenuhi kebutuhan pangannya, bisa saja anak ini masuk dalam kategori gizi buruk,” papar Wahidin.
Seandainya, tambahnya, ada beberapa persen masyarakat tidak datang membawa anaknya mengontrol, tentu berpotensi kehilangan informasi tentang status anak tersebut.
Bisa jadi ada anak yang tidak berkunjung beberapa bulan berturut-turut tidak diketahui.
“Intinya, keaktifan masyarakat ke Posyandu untuk mengontrol sangat diperlukan. Kita sudah menyiapkan fasilitas, tindak lanjut kalau memang terjadi. Meskipun begitu, kita tidak akan menyalahkan orang tuanya, secara tidak langsung mereka sudah tahu jika lalai membawa anaknya ke Posyandu,” imbuh Wahidin.
Kepala Seksi (Kasi) Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinkes Majene, Dyah Febriyanti, S. Gz. mengemukakan, pada tahun 2019, angka gizi buruk untuk bayi lima tahun (balita) mencapai 58 kasus yang disumbang oleh Puskemas Banggae I sebanyak 3 kasus, Puskesmas Totoli sebanyak 1 kasus, Puskesmas Sendana I sebanyak 2 kasus, Puskesmas Tammerodo V sebanyak 5 kasus, Puskesmas Sendana II sebanyak 7 kasus, Puskesmas Salutambung sebanyak 16 kasus (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat), Puskesmas Malunda sebanyak 7 kasus, dan Puskesmas Ulumanda sebanyak 17 kasus.