Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro
Jakarta – Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan di hadapan MPR, DPR, dan DPD RI mengingatkan, jangan ada lagi politik identitas, politisasi agama, dan polarisasi sosial pada Pemilu 2024.
“Demokrasi kita harus semakin dewasa. Konsolidasi nasional harus diperkuat,” kata Presiden Jokowi, saat menyampaikan pidato kenegaraan pada sidang tahunan MPR-RI dan Sidang Bersama DPR-RI dan DPD-RI dalam rangka HUT ke-77 Proklamasi Kemerdekaan RI, di gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI Senayan Jakarta, Selasa (16/8).
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro menegaskan, pesan Presiden tersebut berangkat dari situasi dan kondisi kontestasi politik belakangan ini, baik pemilu maupun pilkada yang cenderung memecah belah bangsa, bahkan merusak sendi-sendi kebangsaan.
“Kompetisi politik tidak seharusnya menghalalkan segala cara yang destruktif,” tegas Juri.
Menurut Juri, politik identias yang destruktif dan politisasi agama merupakan bahaya laten yang perlu diwaspadai bersama terutama menjelang momentum politik. Sebab, bisa menjadi akselerator bagi rontoknya konstruksi sosial yang melahirkan konflik horizontal berkepanjangan.
“Politik identitas dan agama yang dipolitisir, adalah formula yang sangat mudah untuk melakukan radikalisasi dan penyesatan masyarakat,” ujarnya.
Juri menambahkan, politik yang dibungkus agama selalu menjadi komoditas favorit untuk diperdagangkan jelang pemilu seperti saat ini. Di mana agama selalu dijadikan justifikasi untuk meraih tujuan-tujuan politik dengan menjajakan politik identitas dan menggoreng agama sebagai komoditas.
“Kepada siapa pesan itu diberikan? Kepada iemua pihak, baik para elit politik maupun masyarakat umum. Keterbelahan politik di masyarakat adalah akibat dari perilaku politik para elit dalam berbagai level yang tidak sadar betapa berbahayanya politisasi agama dan politik identitas,” pungkas Juri. (Rizaldy/KSP)