![Prosesi Massossor Manurung dalam Festifal Maradika 2019](https://i2.wp.com/mandarnews.com/wp-content/uploads/2019/12/IMG-20191217-WA0049.jpg?fit=1024%2C576&ssl=1)
![Opini Festifal Maradika](https://i0.wp.com/mandarnews.com/wp-content/uploads/2019/12/18-12-ready-or-not-150x150.jpg?resize=150%2C150&ssl=1)
Prosesi Massosor Manurung dalam Festifal Maradika 2019. Credit : Sugiarto
Festival Maradika Mamuju 2019 (FMM) adalah acara yang di galang oleh Pemerintah Kabupaten Mamuju. Salah satu rangkaian kegiatan dalam event ini adalah kegiatan silaturahmi keraton se-nusantara, pertunjukkan budaya, Massosor Manurung, dan lain sebagainya yang telah digelar pada pertengahan Desember ini.
Namun dibalik pentas dan sorak-sorai dari kegiatan akbar ini banyak hal yang perlu diperhatikan dan layak untuk direnungkan.
Kita mengadakan pesta yang berskala nasional namun pemerintah tidak lebih jauh dalam mempertimbangkan mengenai kondisi daerah Kabupaten Mamuju yang masih dalam tahap membangun dan menata. Hal ini dapat kita lihat dalam Pendapatan Asli Daerah atau “PAD” Provinsi Sulawesi Barat yang terendah di Indonesia 2019 dan ini berefek serta menjadi barometer mengenai PAD dan APBD Kabupaten Mamuju. Dan ini juga merupakan sedikit kritikan bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat.
Dari adanya dekadensi serta keterbelakangan pendapatan daerah yang sangat memperihatinkan itu, pemerintah seharusnya lebih fokus dalam menggenjot mengenai sumber pendapatan daerah (income). Salah satu dan langkah awal yang sangat vital untuk diambil adalah dengan cara memperbaiki akses infrastruktur sebagai sirkulasi transportasi antar daerah. Memberikan bantuan pupuk kepada petani (pertanian), memberi bantuan dalam sektor perkebunan, dan lain sebagainya.
Bukannya melakukan sesuatu hal yang produktif pemerintah malah mengadakan kegiatan yang menggelontorkan dana yang sangat besar yaitu senilai 2,5 Milyar Rupiah.
Potret-potret kemiskinan dan beberapa bangunan yang sangat memperihatinkan dapat dijumpai diberbagai wilayah di Kabupaten Mamuju. Contoh saja di Kecamatan Papalang, Desa Bonda. Didaerah tersebut dapat dijumpai beberapa potret memilukan salah satunya ialah dua jembatan yang menghubungkan antar dusun di desa Bonda. Dimana dengan adanya jembatan tersebut dapat menjadi penghubung diantara dusun. Kondisi dari kedua jembatan tersebut sungguh sangat memperihatinkan, bahkan jikalau volume air sungai naik warga canggung untuk menyebrangi jembatan tersebut.
Juga Abrasi yang membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah daerah, karena sudah merusak beberapa rumah warga didusun paniki desa Bonda Kecamatan Papalang. Solusinya agar tidak terjadi abrasi ialah dibuatkan tanggul untuk menahan tekanan ombak dan penurunan tanah yang diperkirakan memakan uang sekitar ratusan juta rupiah.
Hal diatas hanya sebagian kecil dan hanya mengambil sampel dari satu desa yang ada di Desa Bonda, Kecamatan Papalang, Kabupaten Mamuju. Bahwasanya baik dari persiapan dan kesiapan Mamuju sebagai tuan rumah. Hal ini dapat menjadi tolok-ukur dari kondisi Pemerintah Kabupeten Mamuju untuk tidak menggelar event akbar yang menghabiskan dana milyaran untuk kegiatan 4 (empat) hari.
Masih banyak PR bagi pemerintah untuk menanggulangi beberapa permasalahan yang sungguh karut-marut. Daripada mengadakan event yang kurang produktif dan solutif bagi deviasi pendapatan daerah.
Harapannya, Pemerintah (dalam hal ini pemerintah kabupaten) dapat lebih bijak mengelola anggaran, fokus menggenjot PAD serta melakukan kegiatan yang lebih tepat sasaran agar mampu mengejar ketertinggalan ketimbang melakukan hal yang kurang produktif dan tidak solutif bagi keberlangsungan hidup masyarakat Kabupaten Mamuju.(*)