Banyak contoh kasus yang terjadi akibat kacamata stereotipe di dunia, salah satu contohnya dari segi Stereotipe Rasisme di Afrika Selatan, orang kulit putih (kolonial Inggris) memandang orang kulit hitam memiliki etos kerja yang buruk, intelektualitas yang tumpul dan ketidakmampuan hampir dalam segala bidang.
Padahal itu hanyalah anggapan buruk yang berangkat dari penilaian subjektif lalu diberikan label kepada orang kulit hitam dan menggeneralisasikan nya sehingga anggapan tersebut adalah sebuah kebenaran.
Contoh lainnya lagi dalam hal sosial politik dapat kita temukan pada kasus G30S (Gerakan 30 September) tahun 1965 dimana orang-orang pada saat itu memandang bahwa seluruh anggota keluarga maupun simpatisan dari Partai Komunis Indonesia (PKI) harus dibantai. Meskipun para pembantai tidak tau dengan jelas alasan mengapa mereka harus membantai ratusan ribu bahkan diperkirakan sampai jutaan orang korban dari hasil data The Econimist, Vitachi, dan Pluvier.
Sampai detik ini keluarga korban yang sempat meloloskan diri dari pembunuhan massal tersebut harus menerima pil pahit ketika hampir seluruh orang dilingkungan sekitarnya bahkan sampai kepada aturan yang termaktub didalam undang-undang dengan sangat jelas telah mendiskriminasi padahal mereka samasekali tidak terlibat dan punya andil didalam tragedi berdarah tersebut.
Dari kedua contoh diatas dapat kita tarik kesamaan pemahaman bahwa Stereotipe adalah penyakit dan pembatas diri maupun kelompok. Dan kita harus merdeka dari paradigma berfikir yg sungguh buram-kelam ini.
Saat ini ancaman stereotipe telah menampakkan diri, berangkat dari pernyataan salah satu dai kondang ustadz ternama di Indonesia (sebut saja UAS) yang menjadi perbincangan panas dan buah bibir di televisi, media sosial, surat kabar dan lain-sebagainya. Dimana tokoh agama tersebut dilaporkan oleh organisasi kemasyarakatan yang diduga menistakan agama karena dinilai telah Menghina Kristen/Menghina Salib.
Dari dugaan penistaan agama itu memunculkan tanggapan dan komentar pedas dari satu – dua orang kaum Nasrani, sehingga membuat salah seorang tokoh Agama Muslim lainnya (sebut saja UHH) dan (UYW) angkat bicara dan secara implisit mengancam kaum Nasrani dan orang-orang yang sudah melaporkan UAS ke Kepolisian Daerah (POLDA) NTT. Tanggapan dari beberapa atau yang kita fokuskan kepada kedua tokoh agama tersebut dapat memicu perdebatan dan menarik simpati dari umat muslim lainnya sampai ingin melakukan aksi demonstrasi yang mempunyai pandangan stereotipe sama, bahkan parahnya lagi berpotensi menciptakan peperangan antar umat beragama di Indonesia.
Hal yang juga mengerikannya keluar dari pernyataan UYW dengan secara gamblang dan tegas mendeskriditkan agama tertentu dan menyerukan serta menyuarakan keinginan berdebat secara terbuka dengan Pendeta-Pendeta di Indonesia.
Sebaiknya UYW dan UHH menindak tegas orang-orang yang dinilainya telah menghina UAS melalui proses hukum atau paling tidak UYW tidak ikut campur dalam persoalan tersebut karena permasalahan itu hanyalah antara UAS dan Si Pelapor saja. Bukan melakukan tindakan yang seakan-akan mengancam mengadakan perang fisik kepada umat agama lain yang dimana perang fisik sifatnya sungguh sangat primitif jika disandingkan dengan konteks zaman pada hari ini.