
Prof Bustanul Arifin berbincang dengan kepala Bapeda Majene Adlina Basharoe sesaat sebelum FGD di TPI Battayang dimulai, Sabtu (7/7/18). Foto : Rizaldy
Majene, mandarnews.com – Tim Pengendali Inflasi Pusat ( TPIP ) mengunjungi kabupaten Majene, Sabtu (7/7/18). TPIP tak mau hanya mendapat laporan tapi ingin melihat langsung kondisi daerah. Kedatangan Tim pusat ini difasilitasi Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Barat.
Ada empat tempat yang dikunjungi. Yakni TPI Battayang, Sanggar Tani Bunga Tanjung Lingkungan Sondong Kelurahan Baruga Dhua, Sentra Pembibitan Kambing di Pamboang, Sentra Pembibitan Bawang Keompok Tani Sinar Delapan di Kelurahan Mosso Kecamatan Sendana.
Di TPI Battayang, TPIP terlibat dalam forum grup diskusi dengan Pemerintah Kabupaten Majene dan pelaku usaha perikanan di Kabupaten Majene. Berbagai persoalan perikanan menjadi pembahasan dalam FGD yang digelar di salah satu bangunan TPI yang sudah belasan tahun dibangun tapi tidak berfungsi semestinya.
“Saya sudah melihat laporan dan setumpuk buku tentang Majene (kondisi perikanan dan TPI), bahkan sudah bosan membacanya, tapi saya ingin menyaksikannya langsung,” kata Prof DR Bustanul Arifin, seorang Ekonom dan akademisi yang menjadi bagian dari rombongan TPIP.
Bupati Majene DR Fahmi Massiara juga hadir dalam FGD ini bersama Wabup Lukman Nurman. Fahmi Massiara memaparkan gambaran umum mengenai perikanan dan Kelautan di Majene. Sementara secara mendalam dipaparkan pejabat dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Harun.

Menurut pemaparan Harun, ada tiga potensi perikanan kelautan yang bisa dikembangkan. Yakni Kab Majene memiliki luas wilayah kurang lebih 9947,84 km, Luas perairan 13.124 km dengan panjang pantai 125 km, Potensi perikanan tangkap 18.065 ton pertahun produk penangkapan yang sudah dikelola baru 6500 ton per tahun.
“Peluang peningkatan 2500 ton pertahun jika dikali dengan harga ikan tunan 50 ribu rupiah perkilo bisa mencapai angka 125 Miliar per tahun,” ungkap Harun.
Ada pula potensi budidaya 15.750 ha yang baru dimanfaatkan 8019 ha, potensi budidaya air tawar 8860 ha dimanfaatkan 140 ha. Sementara rumah tangga pembudidaya 1430 kepala keluarga.
Harun juga menyebut potensi wisata bahari yakni pantai Barane dan wisata mangrove Baluno Sendana.
Sementara permasalahan yang dihadapi menurut Harun adalah belum berfungsi tempat pendaratan ikan untuk menunjang aktivitas nelayan dalam hal pemasaran, kepastian harga dan pemenuhan logistik nelayan.
Dalam FGD ini hadir beberapa pelaku usaha nelayan. Diantaranya Abdul Rahman Sunu atau Obi, Rasyid dari koperasi nelayan, dan Basri dari nelayan Pa’lepalepa. Ketiganya tampil menyampaikan permasalah masing-masing.
Obi berharap agar pemerintah dapat menfasitasi mencarikan pembeli sehingga tidak lagi harus melalui Makassar tapi langsung ekspor.
“Mata rantai pembeli di Makassar harus dipotogn supaya harga bisa meningkat sehingga keuntungannya kembali ke nelayan,” kata Obi.
Rasyid menyorot masalah permodalan. Menurutnya, sumber daya manusia di Kabupaten Majene dalam usaha perikanan cukup melimpah bahkan mensuplai ke daerah lain. Hanya saja persoalan permodalan lah yang menjadikan nelayan harus meninggalkan kampung halamannya untuk melaut.
“Misalnya di Lombok, di sana ada pemodal. Para nelayan Majene mendapatkan modal bekerja bahkan kepada keluarga yang ditinggalkan jugu diberi. Hal seperti itu yang dibutuhkan juga di Majene,” kata Rasyid.
Sedangkan nelayan Pa’lepalepa dari Parappe menyoroti tidak berfungsinya TPI. Dirinya mengaku bingung karena ada juga di penjualan ikan di pasar sentral dan ada pula di Battayang. Menurutnya, jika itu disatukan maka pembeli ikan lebih gampang dikoordinasikan.
Prof Bustanul menyimak dengan seksama pemaparan para pelaku usaha perikanan tersebut. Dirinya bahkan meminta kepada mereka untuk memaparkan potensi secara detil. Selanjutnya ia berjanji untuk menyampaikan hasil FGD itu melalui berbagai saluran resmi. Bahkan ia telah menghubungi grup-gruo media sosial dimana membahas persoalan potensi usaha kelautan.
Kendati berjanji akan menyampaikan ke pusat seputar permasalah dan kebutuhan dalam usaha perikanan di Kabupaten Majene, dirinya juga menyarankan agar ada inisiatif dari pemerintah kabupaten maupun pelaku usaha untuk menyampaikan langsung agar pemerintah pusat segera memahami persoalan langsung dari sumber aslinya.
Sedangkan Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Barat, Dadal Angkora meminta pemerintah daerah maupun pelaku usaha agar teliti dalam menyampaikan data. Sehingga tidak ada ketidaksesuaian data.
“Kalau saya bagian menjembatani pusat dan pak bupati buat saya adalah verifikasi melihat paparan semuanya, saya melihat data-datanya jangan-jangan ada yang salah. Contoh disebutkan diawal ada data produksi ikan tapi diakhir disebut sudah susah,” sebut Dadal Angkoro.
Ia juga mencoba menganalisi dara jumlah nelayan sesuai yang dipaparkan data Dinas Perikanan Kelautan. Setelah dikalkulasi, hasilnya sama dengan penduduk Majene yang berarti semua penduduk Majene adalah nelayan.
Dadal menyarankan agar data yang disampaikan tidak menyesatkan atau terlalu melebihkan data. Jika tidak, maka akan terjadi bantuan ada tapi ternyata tidak siap mengoperasikannya.
“Supaya bisa berjalan sesuai relnya. Jangan ada cold storage tapi tidak jalan. Karena begitu membaca data terlalu dilebihlebihkan,” paparnya lagi.
Dadal mengaku pihaknya berusaha menyeimbangkan antara keinginan pusat dan daerah untuk kesejahteraan masyarakat. Ia menyayangnya jika terjadi ada bantuan seperti cold storage tapi tidak jalan, padahal pemerintah sudah mengeluarkan uang yang yang besar untuk pengadaannya.(rizaldy)