Guru BK SMAN I Sumarorong, Oktovianus (kiri)
Mamasa, mandarnews.com- Setiap keputusan tentu menuai pro dan kontra, hal itu yang dirasakan oleh Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sumarorong terkait dengan keputusan sekolah untuk mengeluarkan atau mengembalikan tujuh orang siswa ke orangtuanya menuai sejumlah pendapat.
Persoalan tersebut bermula dari tindakan tujuh orang siswa SMA Negeri 1 Sumarorong yang diduga melakukan kekerasan terhadap seorang anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Tabone pada 11 Maret 2019.
Masalah itu pun berproses di kepolisian hingga ketujuh siswa tersebut sempat diamankan, namun akhirnya penyelesaian dugaan kekerasan diakhiri secara kekeluargaan dan diketahui oleh pihak SMA Negeri 1 Sumarorong.
Wakil Kepala Sekolah yang juga Bidang Kesiswaan (BK), Oktovianus menjelaskan, sebagaimana dengan aturan yang telah disepakati oleh sejumlah orang tua siswa melalui musyawarah komite, tindakan siswa tersebut termasuk pelanggaran berat.
“Saat mendaftarkan diri, siswa telah menandatangani sejumlah aturan sekolah untuk dipatuhi. Persoalan yang berlangsung di kepolisian lantaran diduga melakukan kekerasan di luar sekolah merupakan pelanggaran berat,” ujar Oktovianus.
Ia melanjutkan, sebagaimana dalam poin-poin aturan yang telah disepakati bersama, maka sanksinya adalah tujuh anak tersebut harus dipulangkan ke orangtuanya dengan diberikan surat keterangan pindah sekolah.
“Siswa yang kami keluarkan rata-rata kelas XI sehingga tidak terhalang untuk ujian nasional jika masih ada sekolah yang mau menerima. Ketujuh siswa juga telah diberikan surat pindah,” kata Oktovianus, Selasa (2/4/2019) di SMA Negeri 1 Sumarorong.
Saat ditemui di Desa Rantekamase, Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sumarorong, Arizenjaya menjabarkan, sekolahnya menginginkan golden generation (generasi emas) bagi Indonesia, sehingga tidak dibenarkan adanya karakter preman di sekolah.
“Pembangunan karakter dalam dunia pendidikan sangatlah penting sebagaimana kurikulum yang telah berjalan, sehingga setiap aturan yang berlaku tentu sebelumnya butuh kesepakatan dan kesepahaman bersama orang tua siswa melalui musyawarah komite,” tukas Arizenjaya.
Ia mengaku, pihaknya telah melakukan hal yang dimaksud, sehingga saat siswa bermasalah apalagi sempat diamankan kepolisian, maka itu masuk kategori pelanggaran berat.
“Anak tersebut tidak dikembalikan ke orangtuanya begitu saja tanpa alasan yang mendasar, kita tetap berikan surat pindah karena jika ada sekolah yang mau menerima mereka boleh melanjutkan sekolahnya,” ucap Arizenjaya.
Hasil dari pola yang dilakukan selama ini, menurutnya membuat jumlah siswa dari tahun ke tahun di Sumarorong semakin meningkat.
Menanggapi persoalan tersebut, salah satu orangtua siswa bernama Aris mengemukakan, aturan yang berlaku tidak diketahui persis, sehingga saat mengetahui anaknya dikeluarkan, dirinya sangat kecewa.
“Saya sekarang pusing mau sekolahkan di mana, sebab tentu anak yang sekolah di tempat yang jauh membutuhkan biaya yang besar,” ucap Aris di kediamannya yang terletak di Dusun Rante Ampalla’ Desa Rantekamase.
Ia pun berharap sekolah masih memberikan kesempatan terhadap anaknya untuk kembali dididik.
Lain pula pendapat FY selaku salah satu siswa yang ikut dikeluarkan. Ia membeberkan kalau dirinya hanya sekadar ikut karena kebetulan diajak teman.
“Saya hanya diajak teman untuk ikut, ketika perkelahian berlangsung saya hanya melerai dan tidak terlibat memukuli,” tukas FY.
Ia menambahkan, selama ini belum pernah memiliki pelanggaran di sekolah, sehingga merasa sangat kecewa saat dinyatakan dipindahkan oleh sekolah.
Persoalan tersebut juga menuai pendapat dari kalangan politisi, yaitu Andi Waris Tala yang berpendapat bahwa pihak sekolah mestinya memberikan kesempatan terhadap siswa untuk dibina.
“Jika mereka dikeluarkan dengan alasan bermasalah pada ranah hukum, tentu sangat tidak rasional sebab persoalan di kepolisian telah tuntas,” ujar Andi Waris Tala.
Menurutnya, sikap sekolah terkesan tidak bijak dalam menentukan suatu keputusan terhadap tujuh anak tersebut, sehingga perlu menjadi perhatian serius kedepannya agar memikirkan lebih mendalam dampak dari tindakan yang diambil. (Hapri Nelpan)
Editor : Ilma Amelia