Ibu Agung Andi Depu
Jakarta, mandarnews.com- Masyarakat Sulawesi Barat patut berbangga. Pasalnya, hari ini (Kamis, 8/11/2018) salah satu tokoh daerah Sulawesi Barat dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional. Dialah Andi Depu atau yang akrab disapa Ibu Agung. Pengukuhan Andi Depu sebagai Pahlawan Nasional dilaksanakan di Istana Negara dan Surat Keputusan (SK) Kepahlawanan diserahkan langsung oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
“Hari ini penyerahan SK di istana. SK Kepahlawanan akan diserahkan kepada ahli waris Andi Depu,” ujar Syahrir Hamdani selaku Ketua Tim Perumus Pengusulan Andi Depu sebagai Pahlawan Nasional via WhatsApp.
Selain Syahrir Hamdani, tim perumus tersebut juga beranggotakan Muhammad Munir, Adi Arwan Alimin, Sri Musdikawati, Rizal Sirajuddin, dan Safardy Bora. Tim perumus ini terbentuk dalam Seminar Pengusulan Andi Depu sebagai Pahlawan Nasional tahun 2017 kemarin yang dilaksanakan di Hotel Maleo Mamuju.
“Hari ini adalah hari yang membanggakan. Andi Depu, mulai hari ini akan bergelar sebagai Pahlawan Nasional, satu-satunya pahlawan perempuan dari Sulawesi Barat. Capaian ini tentu bukan hal yang mudah, butuh proses yang panjang,” tutur salah satu anggota tim perumus Muhammad Munir kepada mandarnews.com.
Andi Depu pertama kali diusulkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2009 melalui tim yang diketuai oleh Syariat Tajuddin, namun pengusulan itu hanya berujung pada penyematan Bintang Mahaputra Utama pada tahun 2011. Sebabnya adalah adanya aturan formal yang mensyaratkan pengusulan gelar Pahlawan Nasional harus diseminarkan pada tingkat kabupaten dan provinsi.
“2009 sudah diseminarkan, tapi gagal karena harus ada seminar tingkat provinsi. Lalu pada tahun 2017 kemarin digelarlah seminar tingkat provinsi yang dilanjutkan dengan pengusulan dan pemberkasan ulang. Hasilnya adalah hari ini,” kata Muhammad Munir.
Ia melanjutkan, hal ini merupakan kerjasama dari semua pihak, para pelobi-pelobi handal di Kementerian Sosial, keluarga besar, Dinas Sosial yang sangat berperan besar. Rencananya, penganugerahan Andi Depu sebagai Pahlawan Nasional akan lebih dibumikan lewat upacara peringatan Hari Pahlawan 10 November mendatang.
Siapa Andi Depu?
Berdasarkan penjelasan Muhammad Munir yang juga merupakan salah satu sejarawan Mandar, Hj. Andi Depu atau Hj. Sugiranna adalah Arayang Balanipa yang ke-52. Dalam tubuhnya mengalir empat darah bangsawan yaitu Mandar, Gowa, Jawa dan Bali. Beliau lahir pada bulan Agustus tahun 1907 dengan nama Andi Mania. Mengenai kelahiran Andi Depu ada dua versi yang kerap jadi acuan, yaitu menurut Ahmad Asdy pada bulan Agustus 1907 dan versi lain yang menyebutkan dilahirkan pada tanggal I9 September I907. Andi Depu dilahirkan di sebuah kota kecil bernama Tinambung Kabupaten Polewali Mandar (duIu bemama Polmas: Polewali Mamasa). Setelah beranjak remaja namanya kemudian berubah menjadi Sugiranna Andi Sura.
Pada tahun 1923 saat Andi Depu berumur 15 tahun, beliau dinikahkan dengan seorang putera bangsawan tinggi Mandar benama Andi Baso Pawiseang, Kepala Distrik Campalagian yang juga merupakan turunan raja Balanipa yang ke-46, Tokape. Beberapa tahun kemudian, ayah Andi Depu bersama istri dan seorang anaknya berangkat menunaikan ibadah haji tepatnya pada tahun 1927. Pada saat itu perjalanan haji memakan waktu yang berbulan-bulan lamanya, dan keadaan ini berpengaruh dalam pemerintahan. Oleh karena jabatan Maraqdia tidak boleh dibiarkan kosong, akhirnya dengan persetujuan pemerintah Hindia Belanda di Mandar, maka disetujuilah suami Andi Depu, Andi Baso Pawiseang untuk menjabat jabatan itu sampai Lajju Kanna I Doro (ayah Andi Depu) kembali. Penunjukan itu tidak Iepas dari campur tangan Asisten Residen Belanda yang berkedudukan di Majene. Mereka melihat Andi Baso Pawiseang lebih mudah dirangkul, dan selama ini memperlihatkan kerjasama yang baik.
Pada awal tahun I944, Andi Depu mendirikan organisasai yang bernama Fujinkai (Gerakan Wanita Mandar). Wadah ini merupakan suatu keuntungan bagi pemuda-pemudi untuk melatih diri serta bersemangat juang untuk merebut kemerdekaan. Melalui organisasi inilah Andi Depu melakukan perjuangan sehingga beliau makin dikenal dalam organisasi perjuangan dan perkumpulan di wilayah Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba’banna Binanga (Sulawesi Barat).
Setelah Jepang menyerah pada tanggal I4 Agustus I945, rakyat di daerah Mandar dengan semangat nasionalismenya membentuk suatu organisasi kelaskaran di Balanipa pada tanggal 21 Agustus 1945. Laskar yang bernama KRIS Muda (Kebangkitan Rahasia Islam Muda) yang merupakan kelanjutan perjuangan dari organisasi Islam Muda. KRIS Muda dipimpin langsung oleh Andi Depu sebagai Panglima tertinggi.
Dengan Laskar KRIS Muda inilah Andi Depu berjuang untuk tetap mempertahankan kemerdekaan. KRIS Muda kemudian semakin berkembang dan meluas ke daerah di luar Mandar. Seperti Makassar, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Bone, Pinrang, dan sebagainya. Namun, Ibu Agung Hj. Andi Depu kemudian ditangkap oleh tentara NICA (Netherland Indies Civils Administration) pada bulan Desember I946 dalam operasi secara besar-besaran yang dilakukan oleh NICA.
Andi Depu sempat diasingkan di beberapa tempat, seperti Rumah Tahanan di Majene, Rumah Tahanan di Polewali, Rumah Tahanan di Pinrang, Rumah tahanan di Rappang bersama 40 orang pejuang yang disatukan dalam ruangan sempit. Di antara 40 orang tahanan itu, hanya beliau satu-satunya perempuan yang ditahan, Rumah Tahanan di Parepare, Rumah Tahanan di Mandai Ujung Pandang pada tahun 1950 dengan tuduhan ikut terlibat mengambil bagian dalam membubarkan Negara Indonesia Timur (NIT) di Polong Bangkeng, Rumah Tahanan Polisi di Makassar, Rumah Tahanan di Jeneponto, Rumah Tahanan di Bulukumba, Rumah Tahanan di Bantaeng, Rumah Tahanan di Layang (Paotere) Makassar bersama 16 orang pejuang dari Mandar dengan vonis tembak mati, tapi gagal dieksekusi saat itu sebab Belanda fokus pada pembentukan NIT, serta Rumah Tahanan di Karebosi Makassar dan dibebaskan pada saat penyerahan kedaulatan Republik Indonesia.
Setelah melawan rasa sakit yang dideritanya, tepat pada tanggal 18 Juni 1985 di Rumah Sakit Pelamonia Makassar, Andi Depu akhirnya menyerah dan meninggalkan semua orang yang dicintainya. Beliau berpulang ke rahmatullah. Esok harinya pada tanggal 19 Juni 1985 beliau diantar ke tempat peristirahatan terakhirnya di Taman Makam Pahlawan Panaikang di Makassar dengan upacara militer.
Reporter : Ilma Amelia