“Ketika bicara omnibus law ndak ingat sama sekali siapa yang mau investasi itu, enggak (ada) urusan (dengan) China, ndak ada. Wong malah yang disebut sebagai (investor) itu Uni Emirat Arab, Qatar, Saudi Arabia, ndak ada nyebut apa yang dicurigai orang (selama ini),” ujarnya.
Mahfud menerangkan, tujuan omnibus law dimaksudkan untuk mengundang investor ke dalam negeri, sehingga tercipta lapangan kerja bagi masyarakat.
“Tapi karena namanya politik, bisa digoreng, ‘wah ini untuk keperluan ini, wah ini untuk keperluan agar warga negara sendiri tersingkir dari percaturan ekonomi dan macam-macam,” ungkapnya.
Mantan Ketua MK ini menyarankan, agar semua pihak mau berdiskusi terlebih dahulu mengenai omnibus. Dia mengaku tak mempersoalkan sebagian pihak yang menyatakan omnibus tidak baik. Namun hal itu jangan dibarengi dengan kecurigaan yang berlebihan.
“Baca dulu, baru berdebat. Ya saya melihat ada kesalahan-kesalahan di undang-undang itu, biar diperbaiki, ada DPR nanti, masih lama ini. Belum apa-apa ‘tolak, ini kapitalisme baru’ dan macam-macam,” pungkas dia.
Pengamat Hukum Unpar: Omnibus Law Atasi Tumpang Tindih Regulasi
Sementara Pengamat Hukum dan Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Prof Asep Warlan Yusuf memandang positif lahirnya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Sebab, selama ini, Asep menilai aturan yang ada kerap tumpang tindih dan inkonsisten antara aturan yang satu dengan yang lain.
“Buat paket satu-satu membutuhkan waktu. Kalau ingin melibatkan semua orang juga butuh waktu. Jadi pemerintah menganggap selesaikan dulu versi pemerintah kemudian nanti, silakan DPR kalau ingin melibatkan banyak pihak, DPR yang mengundang,” ujar Asep di Jakarta, Senin (9/3/2020), dikutip dari sindonews.com.
Asep menilai draft Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah dilayangkan pemerintah kepada DPR RI bukan harga mati. Artinya, menurut Asep, masih terdapat kesempatan bagi pembuat undang-undang untuk menampung aspirasi masyarakat.
Dia menjelaskan, aspirasi masyarakat dibutuhkan pembuat undang-undang untuk membuat produk legislasi yang dapat bermanfaat bagi semua pihak.
“Melibatkan banyak pihak, jangan sampai undang-undang lahir prematur. Banyak orang menggugat dan ada tudingan konspirasi dengan asing,” tuturnya.
Tidak hanya itu, dirinya menilai gejolak di masyarakat soal draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebagai hal yang biasa. Menurutnya, pemerintah dan DPR RI selaku pembuat undang-undang akan mengakomodasi kepentingan masyarakat.
“Undang-undang yang banyak melibatkan banyak pihak memang pasti sedikit ada resistensi,” tutupnya.
Reporter : Sugiarto