Hal serupa juga dikatakan oleh Fauzan dari Komisariat Stikes BBM dan Yusril selaku Sekretaris Umum Komisariat Sospol Unsulbar, bahwa saat proses pembubaran pengkaderan tidak ada yang namanya penghunusan parang apalagi pembakaran logo HMI.
“Kami memang melakukan pembubaran pengkaderan, tetapi mengenai penghunusan parang, pembakaran atribut atau logo HMI, serta bertindak secara premanisme itu tidak benar. Kami hanya mengeluarkan sarung parang dan untuk pembakaran logo, kami telah memisah antara logo dan potongan baliho tersebut, yang dibakar hanyalah potongan baliho itu dan logonya kami simpan baik,” sebut Fauzan.
Sementara Alimuddin dari Komisariat Sospol Unsulbar, yang ada saat pembubaran pengkaderan sekaligus yang memegangi sarung parang mengaku, yang digunakan hanyalah sarung parang yang ditemukan di dekat area pengkaderan.
Sedangkan Tasmia, Ketua Komisariat Sospol Unsulbar menuturkan, landasan utama pembubaran pengkaderan karena telah melanggar atau tidak mengindahkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) keorganisasian yang ada.
“Yakni pada Pasal 40 tentang Pendirian dan Pemekaran Komisariat Ayat 1 yang mengatakan ‘Pendirian komisariat persiapan dapat diusulkan oleh sekurang-kurangnya 25 anggota biasa dari suatu perguruan tinggi. Dan seterusnya.’ Ayat 2 yang mengatakan, ‘Usulan disampaikan secara tertulis disertai alasan dan dokumen pendukungnya.’ Dan Ayat 3 yang berbunyi ‘Pengurus cabang dalam mengesahkan komisariat persiapan harus meneliti keaslian dokumen pendukung, mempertimbangkan potensi anggota di perguruan tinggi, dan potensi lainnya di daerah setempat yang dapat mendukung kesinambungan komisariat tersebut bila dibentuk,'” tukas Tasmia.
Dari ayat satu tersebut, lanjutnya, ia mempertanyakan 25 orang tersebut saat mengadakan pengkaderan. (Putra)
Editor: Ilma Amelia