Penasehat Senior IHCS, Gunawan
MAMASA, mandarnews.com – Penasehat Senior Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan meminta DPR menunda pembahasan Rancangan Undang-undang Perkelapasawitan dan mengawal Inpres Moratorium Sawit dan Perpres Reforma Agraria.
Gunawan melalui rilisnya, Selasa (15/1) menjelaskan. Sebaiknya DPR menunda pembahasan RUU Perkelapasawitan. Seperti yang disampaian oleh Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, bahwa RUU Perkelapasawitan menjadi target untuk disahkan dalam Masa Persidangan III Tahun Sidang 2018-2019.
Katanya, Problem perkelapasawitan memiliki permasalahan dan solusinya bukan dengan pengesahan RUU Perkelapasawitan.
Pertama, masalahnya ada di aspek hukum. UU (undang-undang) No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan memiliki dua masalah sekaligus yakni, 1. beberapa pasalnya yang terkait perizinan dan pertanahan, perbenihan, dan konflik agrarian dinyatakan inkonstitusional oleh Mahmakah Konstitusi, 2. Aturan turunan dari UU Perkebunan, khususnya dalam hal kemitraan usaha perkebunan dan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat seharusnya disesuaikan dengan pendapat Mahkamah Konstitusi. Jadi yang diperlukan adalah pembaruan hukum.
Gunawan menerangkan, masalahnya ada di tata kelola perkebunan sawit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Presiden Jokowi telah mengeluarkan Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit. DPR menurut Gunawan, seharusnya melaksanakan fungsi pengawasan sejauh mana Inpres tersebut dijalankan.
Ia juga menerangkan, korelasi antara Inpres Moratorium Sawit dan Perpres Reforma Agraria dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait penguatan perkebunan rakyat yaitu, pertama, di bidang pertanahan memastikan pengalokasikan 20 % dari pelepasan kawasan hutan dan dari HGU perusahaan perkebunan sawit, serta pendayagunaan HGU yang habis masanya, tanah terlantar dan tanah kelebihan maksimum untuk diredistribusikan kepada rakyat dalam rangka memperkuat perkebunan rakyat.
Penasehat IHCS itu menyatakan, di bidang kemitraan usaha perkebunan dan fasilitasi pembanguan kebun masyarakat juga harus dievaluasi karena terkait pengurusan izin dan HGU, peningkatan produktivitas dan perlindungan petani.
“Tujuan kemitraan adalah untuk penguatan perkebunan rakyat bukan pengambilalihan perkebunan rakyat dengan dalih pengelolaan satu manajemen,” tandasnya.
Ia menegaskan, Pemerintah dan DPR perlu memastikan pembaruan pola kerja sama kemitraan usaha perkebunan sehingga petani tidak kehilangan tanah, transparansi keuangan kredit serta mendapat perlindungan dan pemberdayaan dari Pemerintah utamanya dalam hal pendanaan, perlindungan harga dan masa depan petani pekebun swadaya.
Menurutnya, dengan demikian DPR bersama Presiden menjalankan kewajiban konstitusional dan kewajiban HAM terkait penguasaan Negara atas perkebunan untuk melindungi sebesar-besar kemakmuran rakyat dan hak asasi petani. (Hapri Nelpan)