SEDERHANA. Presiden Uruguay, Jose Mujica dikenal sebagai ‘Presiden Termiskin di Dunia’. Dia hidup sederhana bersama istrinya di sebuah pertanian di rumah yang hanya memiliki satu kamar tidur. Sumber foto : https://ariskinos.blogspot.co.id/2017/03/10-pemimpin-paling-sederhana-di-dunia.html
Kepemimpinan adalah sesuatu yang tidak bisa lepas dari kehidupan. Sebab kata tersebut diperlukan disegala lini kehidupan. Bahkan hal terkecilnya adalah kepemimpinan dalam individu. Semua tidak bisa lepas dari yang namanya kepemimpinan. Apalagi untuk mengurusi suatu wilayah yang di dalamnya terdapat masyarakat, maka tentu kepemimpinan sangat diperlukan.
Tidak mungkin keteraturan hidup bermasyarakat terjadi, tanpa adanya sebuah kepemimpinan. Yang ada akan timbul kekacauan untuk saling berkuasa. Sebuah gunung tak mungkin dikuasai oleh dua harimau. Karena pasti akan terjadi perebutan kekuasaan, dan akan menimbulkan kegaduhan. Maka mutlak kepemimpinan yang sah sangat dibutuhkan.
Mintzberg (Arianto: 2012) menyatakan kepemimpinan adalah proses mendorong dan membantu orang lain untuk bekerja dengan antusias mencapai tujuan. Dalam kehidupan organisasi pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting. Segala kegiatan baik itu mulai dari perencanaan, pelaksanaan pengawasan sampai pada kemampuan pemimpin dalam mengendalikan orang-orang, peralatan, sumber daya dan sumber-sumber lain-lain.
Sementara pemimpin adalah individu yang akan menjalankan roda kepemimpinan. Pada kendali individu tersebutlah nasib suatu kelompok akan ditentukan. Meski peran anggota pun diperlukan. Akan tetapi jelas bahwa model kepemimpinan yang akan dijalankan oleh individu akan berpengaruh.
Kepemimpinan adalah sesuatu yang sarat akan kedekatan sakral. Bukan berarti melampaui kendali tuhan, tapi maksudnya adalah sesuatu yang dimuliakan. Menjadi sebuah kewajaran apabila pemimpin dihormati, disegani, atau bahkan diberi kewenangan yang jarang dimiliki oleh orang lain. Pun zaman ini menjadikan kepemimpinan sebagai sebuah barang yang mewah.
Kesuksesan seorang tentu bergantung pada pola kepemimpinan yang dijalankan untuk mengayomi masyarakat. Cerminan yang diberikan pemimpin akan berpengaruh besar pada kesuksesannya. Namun zaman yang seolah menjadikan kepemimpinan sebuah barang yang mewah, pun tak jarang menjadikan pemimpin hidup dengan kemewahan. Mewah sebab fasilitas tersedia karena kekuasaan yang dimiliki.
Majene, salah satu kabupaten di Sulawesi Barat pun tidak akan menuai kesuksesan jika dipimpin oleh individu yang senang hidup dengan kemewahan, sementara rakyatnya masih ada yang melarat. Mana mungkin Majene akan sukses jika pemimpinnya hidup dengan nafas segar, sementara rakyat masih sesak nafas. Sebab kecintaan dan doa dari rakyatlah yang akan memberi berkah pada pemimpin. Untuk mendapatkan kecintaan itu tidaklah mudah. Itu hanya bisa didapatkan bila seorang pemimpin menganggap amanah itu adalah sebuah bencana, bukan hadiah.
Bukankah telah banyak contoh terdahulu yang dapat dijadikan pedoman kepemimpinan hari ini. Umar Bin Khattab salah seorang pemimpin di masa khulafaur rasyidin misalnya. Pernah bertekad tidak akan memakan daging sebelum semua rakyatnya dapat menikmati itu. Dengan prinsip bahwa “pemimpin macam apa saya ini, saya kenyang sementara rakyatku kelaparan!”
Pun pelajaran dapat dijadikan hikmah dari kesuksesan Umar Bin Abdul Aziz. Menjadi pemimpin selama dua tahun, tetapi rakyat tak ditemukan ada yang berhak menerima zakat. Bahkan beliau pernah marah kepada menteri-menterinya disebabkan harta masih menumpuk di kas Negara. Tapi dengan penuh suka cita mereka menjawab “kami telah berkeliling ke seluruh wilayah Negara, tetapi tidak ditemukan seorang pun yang mau menerima pemberian zakat”.
Tak mengherankan kenapa demikian terjadi. Sebab saat terpilih menjadi pemimpin justru kalimat bela sungkawalah yang keuar dari mulutnya. Bukan kalimat senang apalagi bertepuk tangan karena menerima amanah. Beliau menjadikan amanah tersebut sebagai sebuah bencana. Sebelum menjadi pemimpin beliau tinggal dikediaman yang boleh dikata cukup mewah. Akan tetapi setelah dilantik menjadi pemimpin, beliau pindah ke rumah yang sangat sederhana. Bahkan saat semua rakyat tidak ada yang pantas menerima santunan, justru yang paling layak menerima hal itu adalah Umar Bin Abdul Aziz sendiri. Bukan karena kekuasaannya melainkan kehidupannya jauh dari kata layak semenjak menerima amanah.
Sama halnya dengan Jose Mujica, presiden Uruguay yang dilantik pada tahun 2010. Jose Mujica mendapatkan gelar oleh dunia sebagai presiden termiskin. Namun gelar tersebut ditolak olehnya. Sebab hal itu bukanlah kemiskinan melainkan menjalani hidup dengan sederhana. Jose Mujica mendonasikan 90 persen gajinya setiap bulan. Ia juga menolak untuk tinggal dikediaman resmi kepresidenan dan memilih tinggal di tanah pertanian di luar ibu kota. Maka salah satu keberhasilannya adalah berhasil menurunkan angka kemiskinan dari 37 persen ke angka 11 persen. Sungguh fenomena yang sulit ditemui di era sekarang.
Untuk itulah, mestinya seorang pemimpin yang menjalankan roda kepemimpinan dapat mencontoh kisah-kisah demikian. Karena kesederhanaan pemimpin ternyata signifikan tehadap keberhasilannya memimpin. Maka pemimpin yang ada di kabupaten majene pun harus melakukan hal yang demikian. Yakni menjalankan kepemimpinan dengan kesedernahaan.
Dalam kepemimpinan, bukan bentuk fisik wilayah yang menjadi tolak ukur berhasilnya seseorang pemimpin. Akan tetapi dilihat dari dukungan dan kerelaan masyarakat yang dipimpin. Ketika pemimpin telah mendapatkan rasa simpati dari masyarakat, maka dukungan pun akan mengalir. Dan dukungan yang paling berharga adalah do’a sehingga tuhan menurunkan keberkahannya. Jika Majene di inginkan untuk menjadi kiblat kemajuan kota di Nusantara, solusinya adalah pemimpin yang menjabat harus menjauhkan sifat kemewahan dari dirinya, serta mendahulukan kepentingan rakyat dari diri sendiri.(*)