Menag, Fachrul Razi saat membuka Mahasabha. Sumber foto: kemenag.go.id
Denpasar – Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi menghadiri sekaligus membuka Mahasabha X Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) tahun 2019 yang berlangsung di Pasraman Widya Graha Kepasekan Denpasar, Bali, Rabu (25/12/2019).
Mahasabha ini mengusung tema “Mantapkan Trilogi Kepasekan dan Mendukung Sad Kerthi Loka Bali Menuju Indonesia Maju”.
Mahasabha merupakan forum pertemuan tertinggi jajaran pengurus MGPSSR yang ada di seluruh nusantara.
MGPSSR berdiri sejak 17 April 1952 dan sudah berkembang di seluruh Indonesia. Mahasabha diikuti 250 peserta, dari unsur pemeritnah dan semeton (keluarga).
“Selaku Menteri Agama, saya merasa sangat berbahagia berada di tengah-tengah bapak dan ibu sekalian pada MGPSSR ke-X. Ini penting bagi saya, acara lima tahun sekali. Bayangkan, jika ini terjadi berarti saya akan hadiri ini yang pertama dan terakhir,” ujar Menag.
Menag berpesan agar suasana kerukunan yang ada tetap terjaga dan dapat ditunjukkan pada pertemuan MGPSSR ke-X ini.
“Ajaran agama Hindu perlu diinternalisasi agar umat menjalankan dharma dalam segala bidang profesi untuk kebahagiaan dunia dan akhirat,” kata Menag.
Ia menyampaikan, MGPSSR perlu merumuskan ke arah perkembangan zaman dan era disrupsi.
Gubernur Bali, I Wayan Koster menyebutkan, MGPSSR adalah musyawarah Semeton Pasek yang merupakan salah satu klan dan menjadi keluarga yang terbesar di Bali, lebih 60 persen dari seluruh jumlah penduduk yang ada.
“Ini harus dikelola dengan baik dan apik,” ucap I Wayan Koster.
Ia menjelaskan, Maha artinya besar, dan Sabha artinya pertemuan. Gelaran ini merupakan acara yang ke-X yang dilakukan dalam lima tahun sekali. Ini berarti sudah 50 tahunan berdiri.
“Gelaran ini menjadi istimewa karena yang pertama dihadiri oleh Menteri Agama di tengah-tengah masyarakat klan Pasek,” tutur I Wayan Koster.
Masyarakat Bali, lanjutnya, pada realitasnya sangat toleran, cinta NKRI, cinta Pancasila, dan senantiasa bersama-sama membangun Bali yang lebih baik dan damai sejahtera. (rilis Kemenag)
Editor: Ilma Amelia