# Dami, almarhumah.
seharusnya engkau sempat menua, sehingga aku punya kawan untuk kembali menyusur pematang, teman.
kini, tak akan ada yang percaya bahwa kita pernah punya masa lalu yang megah di antara tanggul-tanggul lumpur, merayakan akhir musim tanam dengan menyusun batang-batang padi yang telah rampung di-sangking menjadi tumpukan yang tinggi lalu kita saksikan bagaimana api yang membubung ke langit, wangi jerami terbakar dan tongkol-tongkol jagung yang kita lemparkan ke dalamnya menjelma menjadi makanan paling nikmat dari masa lalu.
tak lama lagi sawah yang membentang ke kaki bukit Pewanuang itu akan ditanami rumah-rumah.
Matahari yang memerahkan pipimu setiap pagi, tak akan pernah lagi mengunjungi halaman tempat kita bermain karena dihalau oleh rumah-rumah.
Sungai tempat kita menggelitik pantat sapi-sapi, mengering, mengering sampai ke laut Labuang.
Kata-kata ancaman, “Dapacapa’a, bussang ai lembang,”,
entah sudah berapa puluh tahun lalu itu terakhir diucapkan.
Seseorang anak membuka buku tua dan bertanya, “O, Indo’, apa nisanga Lembang?”
Dami, Dami,
Tuhan sayang pada-mu sehingga kau tak perlu hidup lama untuk melihat semua meninggalkanmu.
Sawah, matahari, sungai, kegembiraan masa kecil,
dan itu penyakit tipes, yang merenggutmu dari halaman tempat kau setiap sore berteriak memanggilku bertualang di hari-hari kecil kita yang mentereng,
semakin sering saja ia datang ke Somba. Berkali-kali mengambil teman kita, anak-anak teman kita dan cucu-cucu teman kita.
Sayang, kau tak di sini untuk bersamaku kehilangan. Dan tentang tipes yang semakin sering berkunjung itu, konon itulah panen kami di masa-masa ini, bulir yang harus kami sangking setelah menanami sawah dengan rumah-rumah, upah yang dibayarkan atas kerja kami menghalau matahari dengan rumah-rumah, dan bayaran yang kami terima karena keberhasilan kami mengeringkan sumber sungai untuk menumbuhkan rumah-rumah.
Aku bisa saja menceritakan hari-hari kita yang gemilang pada mereka yang tak sempat lahir untuk menyaksikan sungai, sawah, matahari, tapi begitulah, Dami, mereka tak akan percaya padaku.
dr. Nurhira Abdul Kadir
Adelaide, 15 Oktober 2012, 0511 pm ACT.