
Lokasi jembatan baru di Tubo, jalan poros Majene-Mamuju.
Majene, mandarnews.com – Sampai saat ini pembebasan lahan pembangunan jembatan Tubo Poang, Kecamatan Tubo, Kabupaten Majene, yang terletak di Dusun Tubo Masigi jalan Poros Majene-Mamuju terhenti pekerjaannya.
Kontrak pekerjaan jembatan ini sudah berlaku sejak 7 April 2021 dengan masa kerja 450 hari, tapi terhenti karena belum ada penyelesaian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majene atas pembebasan lahan.
Salah satu warga yang terdampak rumah dan pekarangannya karena pemindahan jembatan bernama Saleh menginginkan rumahnya mendapat ganti rugi.
“Saya ingin rumah dan pekarangan saya diberikan ganti rugi karena saya sudah memiliki bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah sejak tahun 2007,” jelas Saleh.
Ia pun mengakui bahwa rumahnya belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) karena dibangun pada tahun 1998 dan pada saat itu belum ada aturan untuk menggunakan IMB.
Saleh mengungkapkan bahwa rumahnya dirobohkan, sedangkan di bagian rumahnya itu terdapat sarang burung walet yang dibangun dengan mengambil dana dari bank.
“Saya memiliki utang 200-an juta di bank untuk pembangunan sarang walet tersebut, jadi bagaimana cara kami membayar utang karena rumah yang selama ini saya jadikan tempat usaha,” ujar Saleh.
Sementara istri Saleh, Risnawati menangis sejadi-jadinya membayangkan jika rumahnya dirobohkan untuk pembangunan jembatan, khawatir jika ganti ruginya tidak sesuai.
“Saya tidak rela jika ganti rugi rumah saya tidak sesuai. Kami sudah puluhan tahun tinggal di sini, anak saya ada enam yang masih berkuliah dan bersekolah, siapa yang akan membiayai nanti karena penghasilan kami ada di sini,” tutur Risnawati.
Selain rumah dan lokasi Saleh, diperkirakan sekira 10 bidang lokasi warga lainnya yang juga ikut terdampak.
Sainuddin yang juga salah satu warga yang lokasinya terdampak, mengaku kecewa karena belum jelas apa bisa diganti rugi atau tidak.
“Tim penaksir hanya melakukan pengukuran bangunan dan penaksiran tanaman, sedangkan tanah kami yang memiliki sertifikat belum dilakukan penaksiran,” kata Zainuddin.
Sementara Camat Tubo Sendana Mukhlis memberi penjelasan bahwa pihak pemerintah daerah dan masyarakat terdampak sudah pernah dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi untuk mencarikan solusi masalah tersebut.
“Kami tahu mereka pasti kecewa, namun kita harus mengembalikan ke masyarakat karena ini atas tidak sepengetahuan masyarakat atas aturan yang berlaku. Kami sudah adakan pertemuan di provinsi dengan Kejati, menjelaskan bahwa 0 hingga 100 meter adalah milik pemerintah namun masyarakat bisa memanfaatkan,” sebut Mukhlis.
Sedangkan lambatnya proses pembebasan lahan, bangunan, dan tanaman itu disebabkan banyak yang dilibatkan.
“Lambatnya urusan pembebasan lahan, tanaman, dan bangunan ini disebabkan banyak pihak yang terkait, seperti BPN dan lain sebagainya,” tutup Mukhlis. (haslan)
Editor: Ilma Amelia