![](https://i2.wp.com/mandarnews.com/wp-content/uploads/2022/01/IMG_20220116_171327.jpg?fit=1024%2C306&ssl=1)
Pelaksanaan doa dan zikir bersama di kampus Unimaju, Sabtu (15/1) malam.
Mamuju, mandarnews.com – Sejumlah pihak menggelar acara mengenang satu tahun gempa Majene-Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), salah satunya civitas akademika Universitas Muhammadiyah Mamuju (UNIMAJU) bersama keluarga besar persyarikatan Muhammadiyah.
Selain doa dan zikir bersama, acara mengenang gempa bumi di kampus Unimaju, Sabtu (15/1) malam diisi dengan literasi kebencanaan.
Kegiatan yang mengambil tema “Zikir dan Muhasabah untuk Kebaikan Negeri” tersebut dimulai dengan penyampaian dari Rektor Unimaju Dr. H. M. Thahir bahwa acara ini digelar untuk mengenang dan mendoakan para korban bencana gempa bumi Majene-Mamuju serta ikhtiar mengambil hikmah atas kejadian gempa 14-15 Januari 2021.
Doa bersama Unimaju dihadiri keluarga besar Muhammadiyah di Sulbar, antara lain Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulbar, Ketua LAZISMU Sulbar, Ketua MDMC Sulbar, serta dosen dan mahasiswa Unimaju.
Disamping ratusan peserta yang hadir secara langsung, ratusan lainnya juga mengikuti kegiatan secara online.
Setelah doa dan dzikir bersama, acara dilanjutkan dengan penyampaian pesan atau tausiyah tentang bencana gempa bumi yang menyebabkan ratusan bangunan milik pemerintah dan masyarakat di Majene dan Mamuju rusak ringan hingga rusak parah.
Penyampai tausiyah Muhammad Rivai menyampaikan, bencana alam seperti gempa bumi dapat didekati secara ilmiah dan spiritual keagamaan.
“Dari para ahli sains, gempa bumi terjadi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi),” ujar Rivai.
Secara spritual, lanjutnya, bencana itu dapat merupakan ujian bahkan azab. Namun, yang terpenting bagi manusia adalah setiap bencana diambil hikmah sebagai peringatan untuk terus mendekat kepada-Nya.
“Hikmah lainnya dari gempa bumi saat itu adalah semangat solidaritas tanpa memandang perbedaan agama, suku, atau pilihan politik, semua bersatu melewati masa-masa sulit pasca bencana yang membuat persaudaraan makin erat,” kata Rivai yang juga anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mamuju.
Sementara Ketua Muhammadiyah Disaster Manajemen Center (MDMC) Sulbar Muhammad Rusli menyampaikan, pelajaran terpenting dari bencana gempa bumi yang terjadi di Majene-Mamuju tersebut adalah pentingnya literasi kebencanaan.
Sejarah mencatat, sebelum gempa 2021, gempa bumi di Sulbar sebelumnya terjadi pada 1967 dan 1969. Gempa juga terjadi di wilayah sekitar Majene dan Mamuju pada 1972, 1984, dan 2020.
“Salah satu bentuk literasi itu adalah mitigasi kultural dimana masyarakat diajak mengetahui langkah darurat menghadapi bencana. Langkah darurat yang juga penting diperhatikan itu adalah tentang evakuasi serta distribusi bantuan,” sebut Rusli.
Ia pun menceritakan kiprah MDMC Sulbar saat gempa bumi 15 Januari dini hari. Beberapa jam setelah kejadian itu, MDMC sudah membangun posko darurat dan menyiapkan dapur umum.
“Literasi serta simulasi kebencanaan perlu terus digencarkan agar kita tidak gagap saat bencana terjadi,” kata Rusli.
Posko MDMC Sulbar di halaman Masjid Fastabiqul Khaerat menampung ribuan pengungsi, pemerintah pusat juga memberi apresiasi, dan sejumlah menteri kabinet mengunjungi posko tersebut. (Mutawakkir Saputra)