Nilai kompensasi yang diberikan kepada korban bervariasi, tergantung jenis kerugian yang dialami.
Untuk korban meninggal dunia pada kasus terorisme Cirebon berhak mendapatkan kompensasi sebesar Rp 286.396.000. Untuk dua korban Tol Kanci-Pejagan berhak mendapatkan kompensasi masing-masing sebesar Rp 51.706.168 dan Rp 75.884.080. Sedangkan untuk korban penyerangan teroris di Lamongan berhak mendapatkan kompensasi sebesar Rp 36.353.277.
Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo menyampaikan, jumlah korban terorisme yang telah mendapat layanan hingga saat ini sebanyak 489 orang dengan jumlah layanan mencapai 974 layanan dengan rincian 210 layanan pemenuhan hak prosedural, 127 layanan medis, 92 layanan psikologis, 179 layanan psikososial, 10 layanan perlindungan fisik, dan sebanyak 357 fasilitasi pemberian kompensasi.
“Terkait kompensasi, LPSK telah berhasil menunaikan hak kepada 50 korban terorisme dengan total nilai yang telah dibayarkan sebesar Rp 4.281.499.847,-,” ucap Hasto.
Dalam menangani kasus tindak pidana terorisme, LPSK merujuk pada 2 Undang-Undang, yakni UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan UU No 5 Tahun 2018 tentang Tentang Perubahan atas UU No 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Dalam UU No 5 Tahun 2018, korban tindak pidana terorisme memiliki hak untuk mendapatkan bantuan, baik medis, rehabilitasi psikologis maupun psikososial,” tutur Hasto.
Tidak hanya itu, tambahnya, setiap korban terorisme juga berhak mengajukan kompensasi atau ganti kerugian kepada negara.
Hasto menerangkan, UU ini pun membuka ruang bagi setiap korban tindak pidana terorisme yang terjadi pada masa lalu atau proses hukumnya telah usai untuk mendapatkan hak atas kompensasi. (rilis Kemenko Polhukam)
Editor: Ilma Amelia