Gelora muda sang aktivis reformasi kembali membakar. Dia yang kini hampir 15 tahun menyuarakan suara rakyat di Gedung DPRD (memasuki periode ketiga anggota DPRD), kini kembali turun ke jalan. Kali ini untuk menyuarakan protes terhadap pencaplokan pulau terluar milik Kabupaten Majene oleh Pemprov Kalsel.
Muh Rusbi Hamid, memang selalu berusaha menjadi yang terdepan dalam setiap persoalan yang menyangkut ketidakadilan. Sehingga tidaklah mengherankan jika dia bisa menduduki kursi wakil rakyat lebih dari sewindu. Hal mana akan sulit dipertahankan oleh wakil rakyat lainnya yang hanya mampu bercokol satu atau dua periode saja.
Kiprahnya kembali turun ke jalan tatkala dipercaya menjadi pemimpin tim advokasi Pulau Lereklerekan. Debutnya kini di jalan dimulai dengan menggalang komunitas-komunitas di Majene, baik itu lembaga mahasiswa, lembaga sosial, hingga berbagai kelompok forum. Semuanya dapat dipersatukan dengan satu misi mempertahankan Lereklerekan dari agressor Kalimantan Selatan.
Dari pertemuan ke pertemuan, dia selalu menelorkan ide. Hingga pada puncaknya di gelar Rapat Akbar, Rabu 13 Juni 2012 melibatkan belasan ribu orang.
Pada hari itu, belasan orang tumpah ke jalan memacetkan arus transportasi jalur lintas barat (Jalinbar) Sulawesi sekitar 4 jam.
Ribuan orang ini berjalan menyemut memenuhi badan jalan mulai dari lokasi pembangunan Masjid Agung di Pesanggarahan di Kelurahan Pangaliali Kecamatan Banggae – Tugu Perjuangan – Pasar Sentral – Gedung DPRD. Lalu kembali ke halaman masjid Agung yang belum rampung pembangunannya itu.
Dalam aksi ini nampak jelas kemarahan warga atas adanya provinsi lain yang mengklaim kepemilikan pulau Lereklerekan. Warga yang ikut melakukan demontrasi longmarch itu meneriakkan yel-yel sembari mengacungkan parang panjang.
Tak hanya warga, para pejabat juga mengesploitasi emosi. Mereka meneteskan darah diatas kain putih sebagai simbol rela berkorban demi ‘Siri’ mempertahankan hak, meski harus meneteskan darah dan nyawa sekalipun.
Legislator dari Partai Bulan Bintang ini mengatakan, jika tuntutan ribuan masyarakat Majene tidak diindahkan maka akan dilakukan aksi yang sama di Jakarta. Masyarakat dan Pemkab Majene meminta Mahkamah Agung (MA) menganulir keputusannya terhadap putusan Kabul uji materi Permendagri 43 tahun 2011 tentang batas wilayah Kabupaten Majene yang meliputi Pulau Lereklerekan. Putusan Kabul itu membuat Pulau Lereklerekan lepas dari teritori Kabupaten Majene.
Selain ribuan warga, aksi ini juga diikuti Bupati Majene H Kalma Katta, beberapa Anggota DPRD, Sekda Majene H Syamsiar Muchtar, para kepala SKPD, PNS, Mahasiswa, siswa, dan tokoh masyarakat.
Kalma Katta mengatakan, Pemkab akan melakukan upaya hukum apapun. Dia pun menegaskan, Lereklerekan tidak boleh jatuh kepangkuan provinsi lain. Putusan MA yang mengabulkan gugatan Pemprov Kalsel tetap akan dilawan.
Sekdakab Majene Syamsiar Muchtar,"Putusan MA merupakan putusan yang menyesatkan, karenanya putusan itu patut kita tolak. Lereklerakan adalah milik masyarakat Majene, bahkan sebelum ada Sulbar. Untuk itu, harus kita perjuangkan sampai titik darah penghabisan."
Sementara Wakil Ketua DPRD, Lukman menegaskan bahwa Lembaga DPRD tidak akan pernah rela jika Lereklerekan diambil daerah lain.
“Kami akan terus memperjuangkan Lereklerekan. Pulau itu tetap harus jadi milik Majene,” sahutnya.
Aksi demonstrasi dengan melakukan longmarch itu tidak hanya memacetkan arus lalu lintas Jalinbar tapi juga memacetakan pelayanan kepada masyarakat. Tapi hal itu dapat dimaklumi seluruh warga Majene sebagai tanda pro aktif terhadap aksi memperjuangkan Lereklerekan.(rizaldy)