Pulau Lereklerekan akan dipertahankan tetap berada dalam wilayah Kabupaten Majene. Seluruh kekuatan di daerah ini telah berpadu melakukan perlawanan.
Unsur Pemerintah Kabupaten Majene, DPRD, organisasi kemasyarakatan, lembaga-lembaga sosial, mahasiswa dan nelayan melakukan pertemuan di ruang rapat wakil bupati Majene, Ahad 27 Mei. Mereka membahas cara perlawanan mempertahan-kan Pulau Lereklerekan yang bakal jatuh ke tangan pemerintah Kalimantan Selatan.
Menurut praktisi hukum Muhammad Arsalin Aras SH, gerak cepat harus segera dilakukan karena jika eksekusi terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabul-kan permohonan uji materi Permendagri nomor 43 tahun 2011 maka pulau Lereklerekan jatuh ke pangkuan Pemerintah Kalsel.
Dia menilai ada kekeliruan atas putusan MA.
“Putusan MA ada kekeliruan karena ketika dianggap gugatan Perdata maka seharusnya Pemkab Majene yang menjadi tergugat. Sedang jika uji materi putusan Mendagri, MA tidak bisa melakukan uji materi keputusan Mendagri melainkan oleh Mahkamah Konstitusi,” jelas Arsalin.
Dia juga menilai, hakim MA bertindak melampaui kewe-nangan karena salah satu diktum putusan menyebutkan kepemilikan P. Lereklerekan jatuh ke Pemerintah Kalimantan Selatan padahal permohonan hukum hanya uji materi Permendagri nomor 43 tahun 2011 tentang wilayah administrasi kabupaten Majene.
Wakil Ketua DPRD, Marsuki Nurdin mengungkapkan hasil konsultasi dengan dengan pakar hukum yang menyatakan masih ada upaya hukum dapat dilakukan yakni peninjauan kembali terhadap putusan MA tersebut.
Sekda Majene yang juga sekertaris tim advokasi yang dibentuk untuk menyikapi ancaman lepasnya Lereklerekan mengungkapkan hasil rembuk nasional yang telah dilakukan tim advokasi bersama berbagai elemen di Jakarta.
Hasilnya rembuk nasional itu melahirkan 7 poin yakni 1. sebeger membentuk tim advokasi nasional yang anggotanya terdiri dari masyarakat Mandar di Jakarta, Pemprov. Sulbar dan Pemkab Majene; 2.Segera mencari amar putusan MA; 3. Melakukan gugatan dalam jangka waktu 90 hari apakah ke MK atau ke MA; 4. Segera mengirim somasi ke Pearl Oil atau Kalsel atas lahirnya MoU; 5. Bila somasi sebanyak 3x ditanggapi maka segera dilakukan gugatan perdata; 5. Segera laporkan ke Komisi Yudisial tentang perlakuan hakim agung dalam menangani perkara Lereklerekan; dan 7. Penguasaan fisik kepemilikan pulau Lereklerekan.
Untuk mengetahui betapa pentingnya P.Lerelerekan, dalam rapat itu hadir seorang peneliti maritim, Ridwan Alimuddin. Dia memberikan perspektif mengenai letak pulau tersebut dan potensi hasil tambang yang bisa dihasilkan.
“Jika P. Lerelerekan pindah ke wilayah Kalsel maka Majene kehilangan hanya beberapa kilometer saja, sementara jika pulau itu tetap menjadi wilayah Majene maka Kalsel akan kehilangan puluhan kilometer persegi wilayahnya karena ketentuan wilayah terluar, maka saya yakin dengan hitungan seperti itu Kalsel ngotot untuk memiliki P.Lereklerekan. Selain itu, hasil tambang yang bisa dihasilkan atas kandungan yang dimiliki dalam wilayah pulau itu berkisar Rp 3 triliun per tahun,” jelasnya.
Dia pun memaparkan langkah yang harus dilakukan Pemkab Majene jika ingin memenangkan perkara kepemilikan Lereklerekan. Hal yang harus dilakukan, kata dia, antara lain riset arsip khususnya hubungan historis dan budaya antara Sulbar dan pulau-pulau terluarnya, seminar regional dan nasional, pembentukan opini publik melalui pemberitaan media masa regional dan nasional.
Ketua kelompok nelayan, Syamsir Abu menuturkan, sejak zaman lampau nelayan Mandar sudah seringkali menempati pulau Lereklerekan. Para nelayan sering menggunakannya sebagai tempat beristirahat melepas lelah disela-sela kegiatan menangkap ikan. Juga dijadikan sebagai perlindungan dari gempuran musim dilaut.
Ketua Komisi II DPRD Majene Muhammad Rusbi Hamid menyatakan akan melakukan pressure segala cara untuk mempertahankan Lereklerekan, termasuk memimpin demonstrasi.
“Mendidih darah saya. Kalau teman-teman tidak setuju untuk melakukan demoa maka saya akan membentuk aksi dengan berbagai elemen yang akan saya rekrut. Saya akan memimpin aksi tersebut. Allahu Akbar,” seru dia, sembari menambahkan bahwa DPRD harus mengeluarkan pernyataan sikap.
Seorang aktivis, Hakim Mangkualam meminta agar segera dilakukan sosialisasi secara masif tentang Pulau Lereklerekan. Hal ini ditempuh untuk mengantisipasi kemungkinan adanya survey langsung ke masyarakat jika sengketa terus berlanjut.
Kabar lepasnya Pulau Lereklerekan dari Kabupaten Majene sudah dua pekan tersiar, tapi langkah yang ditempuh Pemkab Majene seakan berjalan ditempat atau abru setakar pembentukan tim advokasi. Tapi pengumpulan jejak arsip belum maksimal, terbukti dalam rapat tersebut masih berkutat pada penamaan pulau Lereklerekan, tidak ada yang tahu sejah penamaannya. Lambannya akselerasi tersebut nampaknya terperdaya oleh salinan putusan.
“Kami tidak bisa mendapatkan salinan putusan karena alasan bukan Majene yang menjadi tergugat juga karena belum semua hakim menandatangani putusan tersebut,” kata Marsuki. Semantara Arsalin menyatakan bahwa putusan memang tidak ditandatangani oleh hakim, dalam putusan tersebut hanya tertera ttd.
Dialog yang digagas harian Radar Sulbar itu pun seakan baru pertama kalinya dilakukan dalam rangka membahas pulau Lereklerekan, padahal Pemkab Majene telah beberapa kali menggelar pertemuan serupa, namun menentukan sikap seakan gamang dilakukan karena belum memahami persis siapa lawan sesungguhnya. Ini terjadi karena posisi Pemkab Majene bukan sebagai tergugat. Bahkan belum ada kesamaan pandangan tentang langkah hukum apa yang akan ditempuh, meski sudah dinyatakan akan melakukan PK atau Uji Materi.(zal)