Saat peninjauan salah satu ruang kelas siswa-siswi di Sekolah tersebut.
Mamasa, mandarnews.com- Sekolah Menengah Atas (SMA) Kristen Ethnos, di bawah naungan Yayasan Indonesia Centrum Messis (ICM), yang Didirikan oleh Pdt. Dr. Oktapianus Parintak M.Th, akhirnya mendapat perhatian dari Bidang Dinas Pendidikan wilayah Sulawesi Barat. Sekolah tersebut beralamatkan di Dusun Rantesepang, Desa Balla, Kecamatan Balla, Kabupaten Mamasa.
Ketua KK-Datadik Dispenbud Prov. Sulbar, Hj. Nurhalia B mengatakan, tujuan saat ini meninjau salah satu sekolah swasta yang baru berdiri, dalam hal memastikan segala persiapannya untuk penerbitan NPSN (Nomor Pokok Sekolah Nasional).
Nurhalia menjelaskan, biasanya sekolah baru itu hanya menyiapkan papan nama atau pamflet dulu tapi di sekolah ini sudah ada gedung bahkan siswanya sudah sampai dua kelas yakni kelas X dan Kelas XI.
“Setelah kami melihat semuanya, ternyata telah siap 100%, bahkan boleh dikatakan mereka lebih siap dari sekolah-sekolah yang telah ada. Insyah Allah dalam waktu dekat kami akan menerbitkan NPSN nya kemudian usulan-usulan lainya,” kata Nurhalia, dengan senyuman di wajahnya, Sabtu (24/8/2024).
Nurhalia yang ahli pada Bidang Perencanaan Disdikbud Sulbar itu menyatakan, pihaknya sangat mengapresiasi sebab ada masyarakat yang mau membangun sekolah selengkap ini. Kata dia, Dinas Pendidikan Sulbar bersama Cabang Dinas Pendidikan di Mamasa akan mengawal hingga NPSN sekolah diterbitkan.
Sementara itu, Pdt. Dr. Oktapianus Parintak, M.Th sebagai pendiri Yayasan tersebut menyampaikan, hal yang melatarbelakangi sehingga mendirikan sekolah tersebut adalah merasa terpanggil untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan di Kabupaten Mamasa, guna membuka akses bagi generasi kurang mampu yang hendak melanjutkan kuliah di luar negeri.
Sekolah Menengah Atas (SMA) Kristen Ethnos di bawah naungan Yayasan Indonesia Centrum Messis (ICM).
“Untuk sekarang kami telah membangun kerja sama dengan beberapa Perguruan Tinggi Luar Negeri seperti di Cina dan Taiwan dan telah ada beberapa siswa kami berangkatkan ke sana. Kami juga agendakan tahun depan rencananya dibuka juga ke Jerman, Amerika dan Korea,” ungkap Pendiri Yayasan ICM tersebut.
Biasanya, lanjut dia, yang bisa kuliah di luar negeri adalah orang-orang yang keluarganya memiliki uang banyak sehingga lewat sekolah ini mengupayakan untuk membuka akses bagi anak-anak dari keluarga yang tak mampu dan itu sudah berjalan.
Desain gedung sekolah ini menyerupai hotel dengan tegel mengkilap dan dilengkapi kursi kuliah (kursi meja) bahkan beberapa ruangan praktek telah diisi beberapa unit komputer. Sebagian gedung masih dalam tahap pembangunan.
Pendiri Yayasan ICM tersebut juga menuturkan, dalam kurikulum telah ada mata pelajaran Bahasa Inggris namun tetap ditambahkan dalam ekstrakurikuler di sore hari yakni Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin, demikian juga seni dan komputer.
“Kasih saya kayu gelondongan nanti di sini kami bentuk, apakah jadi lemari, kursi atau meja. Hal ini dimaksudkan sebab biasanya sekolah yang dianggap masyarakat berkualitas hanya menerima anak berprestasi atau dapat peringkat sementara disini tidak demikian. Nanti disini kita didik dan biasanya setelah di sini ternyata cerdas,” terang Oktapianus Parintak.
Lingkungan sekitar satuan pendidikan tentu mempengaruhi aktivitas pendidikan yang berlangsung, hal itu telah dipersiapkan pihak sekolah melalui partisipasi masyarakat sebagai asrama sementara bagi setiap siswa.
Okpianus dalam penjelasan ke awak media mengungkapkan, pihaknya melibatkan masyarakat setempat dalam hal memberikan support atas aktivitas sekolah di tempat ini dengan menjadi orang tua angkat setiap anak bahkan biaya untuk asrama di rumah warga murah hanya 50.000 perbulan di luar air dan listrik.
“Jika anak-anak ingin kukiah di luar negeri mestilah mereka belajar mandiri bahkan mereka harus bisa masak sendiri dan membawa bekal sendiri saat ke sekolah,” tutup Oktapianus Parapak, yang juga sebagai dosen di salah satu Perguruan Tinggi di Jakarta. (Yoris)