
Aula pertemuan Taman Budaya Sulbar terlihat dari luar dan dalam ruangan.
Polman, mandarnews.com – Pembangunan Taman Budaya Sulawesi Barat (Sulbar) untuk ruang aula pertemuan yang berada di Buttu Cipping Desa Beru-beru, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar (Polman) kini memasuki tahap penyelesaian atau finishing.
Namun, belum rampung pengerjaannya, ruang aula pertemuan Taman Budaya Sulbar kini sudah menjadi primadona tempat wisata hanya untuk berswafoto.
Masyarakat yang tak sengaja melintas dan melihat bangunan memutuskan untuk singgah. Mereka sepertinya terkagum-kagum dengan bangunan yang cukup besar ini ditambah dengan infrastruktur yang hampir sembilan puluh persen lebih terbuat dari bahan baku kayu lelapa (arurung) dengan warna khas, yakni cokelat.
Salah satu yang menjadi daya tarik bangunan ini adalah seluruh tiang bangunan terbuat dari kayu kelapa utuh atau hanya dikuliti tanpa membelah.
Belum lagi posisi bangunan berada di atas gunung (buttu) Ciping, dimana mata langsung disuguhi hamparan savana dan pemandangan yang membuat jiwa menjadi sejuk.
Pengawas Pekerjaan Pembangunan Agung mengatakan, sebanyak 1.000 pohon kelapa digunakan untuk bangunan tersebut.
“Pohon kelapa yang digunakan merupakan kayu pohon kelapa pilihan yang berusia cukup tua, yakni rata-rata 50 tahun ke atas,” ujar Agung, Rabu (22/9).
Pohon kelapa diperoleh mulai dari Kecamatan Campalagian hingga ke Kecamatan Binuang karena kebanyakan masyarakatnya menjual pohon kelapa dengan jumlah banyak.
Menurut Agung, pekerjaan ruang aula Taman Budaya Sulbar ini sudah hampir selesai atau sudah sekitar 98 persen lebih, tinggal tegel di beberapa sudut bangunan bagian bawah yang akan diselesaikan.
Bangunan yang memiliki sebanyak 114 tiang dan sebanyak 1.000 kayu penyangga lainnya ini akan dijadikan ruang aula pertemuan.
“Untuk Taman Budaya Sulbar ada beberapa bangunan lainnya yang akan segera dibangun, di antaranya 14 bangunan miniatur rumah kerajaan Pitu Ulunna Salu (tujuh kerajaan di gunung) dan Pitu Ba’bana Binanga (tujuh kerajaan di pesisir), Boyang Arayang, Palili Arua, Salassaq, Rumah Rakyat, Ekonomi Rakyat, wisma, ampiteater, museum, perpustakaan, pengelola, taman buah, dan masjid.
Agung menyampaikan, aula pertemuan ini sudah menghabiskan anggaran sebanyak Rp5,2 milyar. Untuk tahap pertama Rp2,3 milyar dan tahap kedua sebanyak Rp2,9 milyar.
“Pekerjaan ini sudah memakan waktu sekitar 8 bulan, termasuk sempat tersendat karena awal pandemi Covid-19 kemarin,” sebut Agung.
Ia pun berharap kepada dinas terkait agar senantiasa merawat bangunan besar tersebut agar tidak dimakan rayap.
“Ini harus senantiasa kita rawat seperti disemprot. Ini baru dua kali penyemprotan, kapan kita tidak rawat maka pasti akan dimakan rayap. Jika anggaran tidak ada maka bangunan ini bisa menjadi multifungsi, seperti disewakan untuk acara pernikahan dan acara lainnya sehingga biayanya bisa digunakan untuk merawat,” tutup Agung. (Mutawakkir Saputra)
Editor: Ilma Amelia