Mochtar Riady
Jakarta, 28 November 2019 – Pengusaha senior Mochtar Riady membagi pengalaman yang berharga dalam membangun bisnisnya mengikuti teknologi yang terus berkembang, di depan ratusan peserta Indonesia Digital Conference (IDC) 2019 yang digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Pendiri Lippo Group itu mengatakan bahwa teknologi digital sebetulnya bukan hal baru dan bukan pula tahapan berikut dari perkembangan revolusi industri.
“Saya tahu anak-anak muda kita semua sudah mulai cerita tentang digital, tetapi sesungguhnya (teknologi) digital ini sudah dimulai dari 1946, jadi sudah 74 tahun. Ini bukan teknologi yang baru,” kata Mochtar yang menjadi keynote speaker di IDC 2019, di Djakarta Theater Hall, Jakarta Pusat.
Menurut Mochtar, Industry 4.0 yang banyak disebut sekarang ini akan mengarah pada penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dan juga nanotechnology.
“Teknologi digital ini akan digantikan oleh AI, di mana semuanya serba robotik,” kata Mochtar.
Pada usianya yang sudah menginjak 91 tahun, Mochtar tetap tampil penuh semangat dan berbicara tanpa teks saat membeberkan tahapan-tahapan revolusi industri di depan peserta yang mayoritas anak muda, seperti mahasiswa, pengusaha startup dan tentu saja awak media.
Menurut Mochtar, pada 1946 ditemukan teknologi mikro elektronik yang kemudian becabang dua yaitu digital dan analog. Sistem analog mendorong lahirnya sistem telekomunikasi, sementara sistem digital adalah awal dari lahirnya ilmu komputer.
Ketika keunggulan analog dan digital digabungkan, lahirlah internet. Dengan adanya internet, komputer berkembang menjadi laptop, sementara telepon statis menjadi telepon genggam, kata Mochtar.
“Memahami tahapan-tahapan perkembangan teknologi ini sangat penting karena mereka yang tidak mengikuti perubahan akan tersingkirkan.”
“Sekaya apa pun sebuah negara atau keluarga, mereka tidak akan bertahan kalau tidak ikut berubah,” ujar Mochtar.
Dia mencontohkan pada zaman Belanda, ada seorang “raja gula” di Jawa Tengah yang kekayaannya mencapai 200 juta gulden, atau dengan nilai sekarang setara sekitar US$ 20 miliar.
“Sekarang sudah tidak diketahui lagi nasib dia atau keturunannya,” kata Mochtar.
Demikian juga Tiongkok pada era dinasti kuno merupakan negara paling kaya di dunia, tetapi kemudian terpuruk dan menjadi negara yang “semi terjajah” karena mengabaikan terjadinya revolusi industri tahap pertama dan kedua.
“Kita harus hati-hati, ketika Tiongkok tidak mengikuti (revolusi industri) akhirnya jadi masalah. Indonesia tidak boleh kehilangan kesempatan yang baik ini,” ujarnya.
Mochtar, yang ikut membidani lahirnya sejumlah bank swasta besar seperti BCA dan Panin, juga berbagi kiat-kiatnya dalam menangani bisnis di Lippo Group, termasuk MatahariMall.com dan sistem pembayaran digital OVO.
Sambil terus berdiri di podium, Mochtar juga membagi kisah menarik tentang pertemuannya selama 13 jam dengan Jack Ma, pendiri platform digital Alibaba yang menjadi salah satu orang terkaya di dunia.
Mochtar adalah yang pertama menyampaikan materi dari tiga pembicara utama IDC 2019, termasuk Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dan Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brojonegoro.(AMSI)